[Fanfiction] 20 Years Old || Oneshoot

Kim Seok Jin BTS

Annyeong haseyo~
This is My first fanfiction in this blog, please watch for it and happy reading 🙂

Title: 20 Years Old

Author: Ace Min

Cast:
• Choi Minhwa
• Choi/Shin Harin
• Jin/ Kim Seok Jin (BTS)
• Jungkook/ Jeon Jung Kook (BTS)
• Minah Girls Day

Genre: Sad, Comedy, Romance

Rating: T

Length: Oneshoot

Disclaimer: FF ini aku buat atas ide murni milikku sendiri, jadi buat yang mau copas silahkan ijin. Ingat, jadilah readers yang baik, jangan pernah mau jadi plagiat. Kesamaan ide atau cerita merupakan suatu kebetulan semata tanpa ada niatan meniru. Itu berarti kita satu hati. 😀

“Manusia tempatnya melakukan kesalahan, typo-typo yang berceceran mohon dimaafkan yaaa~” – Ace Min

Suatu pagi yang cerah di musim panas di Seoul tahun ini..

‘Kim Seok Jin, member BTS tertangkap basah sedang berkencan dengan member Girls Day, Minah. Mereka terlihat berjalan berdua di jalanan Cheongdam-dong, setelah keluar dari salah satu restoran ternama di daerah itu. Mereka menolak memberi keterangan apapun saat pers menanyai tentang hubungan mereka yang sebenarnya. Kedua agensi mereka membantah keras berita tersebut. Mereka meluruskan dan menyatakan bahwa Jin dan Minah hanya makan malam bersama sebagai rekan sesama artis untuk merayakan kemenangan BTS dalam sebuah acara Award yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu.’

Minhwa langsung mematikan televisinya, beranjak menuju dapurnya untuk mengambil minum, menghilangkan rasa sesaknya. Berita macam apa seperti itu! Benar-benar tak bermutu! Runtuk Minhwa dalam hati. Ia langsung menuangkan air putih dan meneguknya.
“Kali ini aku tak memaafkanmu, Kim Seok Jin!!” kesal Minhwa dengan mata berkaca-kaca.

“Kau kenapa eonni?”
Pertanyaan itu membuat Minhwa menolehkan kepalanya menuju ke arah sumber suara. Dilihatnya sosok yeoja dengan rambut coklat panjang yang diikat tinggi seperti ekor kuda tlah berdiri di sampingnya. Minhwa mendengus, lalu kembali menuangkan air dan meneguknya.

“Pasti karena calon kakak ipar lagi kan?”
Pertanyaan kali ini sukses membuat air yang Minhwa teguk menyembur keluar. Beruntung Harin, yeoja yang bertanya padanya tidak berdiri di depannya.
Harin menepuk-nepuk punggung Minhwa, mencoba membantu Minhwa yang terbatuk-batuk karena tersedak air minumnya.

“Makanya jangan minum saat kau kesal..” ledek Harin sambil mengacak-acak rambut Minhwa. Lagi-lagi Minhwa hanya dapat mendengus kesal. Ia menarik kursi yang ada di dekatnya.

“Harusnya aku tidak menerima cintanya..” lirih Minhwa saat duduk di kursi itu.
Baru saja Minhwa menyelesaikan kalimatnya, ponselnya yang terletak di meja makan berdering begitu kerasnya. Harin mengambil ponsel itu, lalu tersenyum senang.

“Calon kakak ipar menelponmu..” ucap Harin sambil menodorkan ponsel yang ia bawa itu, namun Minhwa menolaknya.

“Aku sedang tidak mood untuk bicara..”
Ucapan Minhwa membuat Harin menghela nafas lelah. “Ini sudah hampir satu bulan.. kau masih tak mau mengangkat teleponnya?”kesal Harin. Ia benar-benar sudah tak tahan lagi dengan sikap kakaknya yang selalu menghindar sejak gosip Jin yang memiliki pacar menyeruak di media massa.

Satu bulan yang lalu, rumor-rumor buruk menyelimuti BTS, terutama berita mengenai Kim Seok Jin. Media massa memergoki Jin yang sedang berjalan dengan sosok yeoja yang tak mereka tau identitasnya. Belum reda berita mengenai itu, Kim Seok Jin lagi-lagi diterpa rumor miring memiliki hubungan dengan lawan mainnya di sebuah drama yang ia bintangi. Mereka digosipkan mengalami cinta lokasi saat syuting drama itu. Dan kenyataan itu memang benar, cinta lokasi itu benar adanya, namun hanya satu belah pihak. Belum selesai berita itu diluruskan, berita mengenai Girls Day Minah yang begitu antusias dengan BTS saat penerimaan Daesang award, lalu foto yang ia upload bersama dengan member-member BTS, hingga berita kali ini yang memergoki Jin jalan dengan Minah membuat Minhwa benar-benar ingin menutup matanya. Ia sama sekali tak mau tau mengenai hal itu. Ia belum siap mendengar penjelasan apapun dari Kim Seok Jin.

“Cepat diangkat!!” seru Harin yang sudah pegal memegangi ponsel Minhwa. Minhwa menggelengkan kepalanya. Ini pertama kalinya Jin menghubunginya setelah rumor satu bulan itu. Ia benar-benar tau bahwa satu bulan itu sangat sulit tak hanya baginya, namun bagi Jin juga. Ia pasti diikuti pers dimana-mana. Belum lagi fansnya yang mungkin juga meninggalkannya, dan teguran keras dari agensinya yang lelah mengelak berita itu, membuat Jin mungkin tak sempat menghubungi Minhwa. Namun Minhwa seperti menutup mata, seakan tak mau tau dengan apa yang terjadi. Seperti itulah kenyataan jika kau memiliki pacar seorang publik figur.

“Tu kan.. mati..”
Ucapan itu membuat Minhwa tersenyum melihat wajah kecewa Harin yang menurutnya sangat lucu.

“Aku akan menghubunginya balik..” cetus Harin dengan semangat.
“Coba saja kalau bisa..”
Ucapan Minhwa membuat Harin kesal. Ia tau benar pengamanan di ponsel Minhwa bukan main-main. Kode ponselnya selalu ia ganti setiap kali ada orang yang mengetahuinya membuat orang-orang yang berniat membuka ponsel Minhwa harus gigit jari dahulu. Kode yang Minhwa pakai juga bukan kode yang sembarangan yang mudah ditebak orang seperti tanggal lahirnya atau yang lainnya. Ia akan memakai kode seperti uang kembalian yang ia terima setelah belanja atau kode suatu merek makanan. Benar-benar hal yang tak biasa untuk dijadikan kode pengaman.

Harin langsung mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya.
“Ia tidak akan mengangkat nomor ponsel yang tak ia kenal..” ucap Minhwa yang sangat tau kebiasaan sosok Kim Seok Jin. Harin menganggukkan kepalanya mengerti, namun ia tetap menghubungi seseorang. Ia tersenyum penuh kemenangan saat ponselnya ia dekatkan di telinga kanannya.

“Sayangnya Jin oppa tau nomorku..”
Ucapan itu membuat Minhwa mendesah pelan. Ia benar-benar ingin sekali mencekik yeoja yang ada dihadapannya sekarang itu jika ia bukan adiknya.

Sebuah sapaan dari ujung telepon membuat Harin begitu bersemangat.
“Yoboseyo.. ini Harin..” ucap gadis itu yang membuat mata Minhwa terbelalak. Jin mengangkat telon Harin? Benar-benar tak bisa dipercaya.
Harin meloadspeaker ponselnya, lalu meletakkan ponsel itu ke meja makan mereka.
“Oh, Harin! Ada apa?” tanya sesorang di ujung telepon sana. Minhwa mengernyitkan dahinya. Itu bukan suara Jin, batin Minhwa.
“Apa Jin oppa bersamamu?”
Pertanyaan Harin yang memakai bahasa informal membuat Minhwa tersenyum. Minhwa tau adiknya tak akan menghubungi Jin secara langsung karena takut menyakiti kakaknya. Ia pasti menghubungi Jungkook yang seumuran dengannya.
“Jin hyung.. Tadi ia disini. Kemana dia? Hoseok hyung! Kau melihat Jin hyung?”
Ucapan Jungkook yang ada di ujung telepon itu membuat Minhwa terkekeh. Ia membayangkan betapa lucunya ekspresi Jungkook saat baru sadar Jin tiba-tiba tak ada disana.
“Jungkook-ah..” panggil Harin mencoba menyadarkan Jungkook yang sibuk mencari Jin.
“Ne?”
“Jika kau bertemu dengan Jin oppa katakan padanya untuk menghubungi Minhwa eonni lagi. Arrachi?” pinta Harin.
“Oh! Minhwa eonni! Tadi ia bilang akan menemui Minhwa eonni! Mungkin sekarang ia sudah ada di depan rumahnya..”

Ucapan Jungkook langsung saja membuat Harin dan Minhwa saling bertatapan. Secepat kilat mereka berlari ke arah jendela dan mengintip halaman depan rumah mereka. Kosong. Tak ada siapapun.

“Ck. Aku yakin pasti seperti ini jika Jungkook yang memberikan informasi. Tak dapat di percaya..” ucap Minhwa sambil kembali menutup gorden jendelanya.
“Pasti ada yang salah kenapa Jin oppa belum sampai sini..” duga Harin. Ia langsung berlari kembali ke dapur mengambil ponselnya.

“Jungkook-ah?” panggil Harin ragu.
“Ne?”
Harin menghela nafas lega mendengar suara Jungkook. Ternyata ia belum mematikan teleponnya.
“Jam berapa Jin oppa meninggalkanmu?”
“Emm.. hampir 2 jam yang lalu..”
Jawaban Jungkook membuat Harin dan Minhwa mengernyitkan dahinya.
“Apa kau yakin?” tanya Harin yang ragu dengan jawaban Jungkook.
“Kau meragukanku?” tanya Jungkook balik. Minhwa langsung merebut ponsel yang dibawa Harin.

“Ya. Kau sangat meragukan Jeon Jungkook!” seru Minhwa kesal.
“Oh! Min.. Minhwa nuna.. A.. Annyeong haseyo..” sapa Jungkook seperti bergumam tak jelas, kaget karena tiba-tiba mendengar suara Minhwa.
Minhwa menghela nafasnya pelan. Sebenarnya ia tidak mau terlibat dengan perbincangan Jungkook dan Harin. Namun pernyataan Jungkook yang terakhir mengenai Jin tadi membuat Minhwa khawatir. Jarak rumah Minhwa dengan kantor Bighit hanya perlu ditempuh 20 menit, sedangkan jika dari dorm BTS hanya 15 menit. 2 jam? Itu waktu yang lebih dari cukup untuk bolak-balik dari rumah Minhwa menuju dorm lebih dari 4 kali.

“Ini pertanyaan ‘yes’ or ‘no’, jadi jawab aku dengan jelas. Arra?” suruh Minhwa.
“Ne.” Jawab Jungkook semangat.
“Apa Jin hyung benar-benar mau kerumahku?”
“Ne.”
“Dia benar-benar sudah pergi selama 2 jam?”
“Ne.”
“Dia pergi sendirian?”
“Ne.”
“Apa kau masih menyukaiku?”
“Ne. Eh? Aahh.. Anii! Anii!”

Minhwa terkekeh mendengar Jungkook yang tiba-tiba gugup karena pertanyaannya yang berubah tiba-tiba.
“Nuna.. itu..”
“Aku tak mau dengar alasannya. Aku sudah bilang tadi ini hanya pertanyaan yes or no.” Ucap Minhwa tak mau mendengarkan penjelasan Jungkook. “Lalu kemana ia pergi?” tanya Minhwa seperti menanyai dirinya sendiri.
“Apa ia tidak bersamamu, nuna?” tanya Jungkook.
“Aku tidak bertemu dengannya sama sekali. Ia hanya menelponku beberapa saat tadi..” jawab Minhwa. Harin merebut ponselnya lagi dari tangan Minhwa.

“Jungkook-ah!” seru Harin.
“Ne?”
“Kau hubungi Jin oppa sekarang. Katakan Minhwa eonni khawatir padanya. Nanti telepon aku jika ada kabar tentangnya!” ucap Harin tiba-tiba yang membuat mata Minhwa terbelalak.

“Yak! Shin Harin!!” kesal Minhwa.

“Aku tutup teleponnya..” kata Harin sebelum Minhwa kembali merebut ponselnya dan mengatakan hal yang merusak rencananya.

“Harin! Kau..” Minhwa menunjuk Harin dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Ini lebih baik.. daripada kalian marahan terus seperti ini..” kata Harin sambil berlari ke kamarnya.
“Siapa yang marahan?!” seru Minhwa tak terima
“Kau!” teriak Harin saat ia sudah mencapai tangga.
“Harin!!” kesal Minhwa.
***

“Eonni?”
Minhwa menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Harin tlah duduk disampingnya.
“Hubungi dia..” suruh Harin yang melihat Minhwa memegang ponselnya. Minhwa menggelengkan kepalanya.
“Apa kau tidak khawatir padanya?” tanya Harin yang kini membuat Minhwa menoleh ke arah Harin.

“Bukankah kau juga khawatir padanya?”
Minhwa yang membalik pertanyaan itu seakan menohok Harin. Harin menundukkan kepalanya.

“Tak apa. Aku mengerti.” Ucap Minhwa sambil membuka kode ponselnya. “Hubungi dia.” Suruh Minhwa sambil menyodorkan ponselnya kepada Harin. Harin kaget tak habis pikir dengan tingkah kakaknya.

“Eonni..”

“Kau bilang aku khawatir padanya. Jika aku khawatir maka kau merasakan hal yang sama denganku. Cepat hubungi dia..” kata Minhwa sambil meletakkan ponselnya ke genggaman Harin. Hadin menatap Minhwa lekat, lalu menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak bisa eonni..” kata Harin sambil mengembalikan ponsel itu ke genggaman Minhwa.

Minhwa tersenyum. “Kenapa tidak bisa?” tanyanya.
Harin menundukkan kepalanya. Minhwa menepuk pelan pundak Harin.

“Aku memang khawatir padanya, tapi aku juga khawatir padamu, Harin-ah. Kau kira aku tidak tau kau lebih khawatir dariku sekarang?”

“Eonni..” Harin menoleh ke arah Minhwa. Minhwa masih tersenyum hangat padanya.

“Jangan pernah bersembunyi dibalik senyummu lagi. Aku benar-benar tersakiti melihat kau selalu menutupi perasaanmu.” Ucap Minhwa sambil mengacak-acak rambut Harin. Ia menghela nafasnya pelan, lalu melanjutkan kalimatnya. “Aku tak memiliki keberanian untuk menghubunginya saat ini. Aku tak tau harus bicara apa sat aku menghubunginya. Itu sebabnya kau tidak mau menghubunginya. Aku belum siap berbicara dengannya.”

Harin menganggukkan kepalanya. Ia tau betul kakaknya sangat mencintai Jin. Di sisi lain, kakaknya juga menyayanginya, sebagai adik, dan sebagai orang yang pernah menyukai Jin. Minhwa yang menghargai perasaan Harin tak mau menghubungi Jin sekarang karena takut menyakiti Harin.

“Jaa~ Mending kita keluar mencari udara segar sekarang. Hawa di rumah ini benar-benar membuatku sesak. Aku akan menyuruh ayah merenovasi rumah ini setelah beliau pulang dari London. Ah! Aku punya kartu VIP di tempat perhiasan yang biasanya kita beli. Bagaimana jika kita kesana? Katanya kau mengincar salah satu kalung berlian yang ada disana..”
Mata Harin membulat mendengar ajakan Minhwa. Beberapa saat kemudian senyum mengembang di wajahnya.

“Jinjjayo?” tanya Harin tak percaya.
Minhwa menganggukkan kepalanya, tak kalah semangat dari Harin. Harin langsung memeluk kakaknya itu.
“Gomawo eonni..” ucap Harin. Minhwa tersenyum sambil mengelus punggung Harin penuh kasih sayang.
“Ah! Aku harus siap-siap dulu kalau begitu!” seru Harin langsung melepas pelukannya dan lari menuju kamarnya.

Minhwa menghela nafasnya pelan. Kau tak hanya menyakitiku, oppa. Kau menyakiti Harin juga.. batin Minhwa sambil menatap kosong layar ponselnya.
***

“Eonni.. menurutmu lebih cantik yang mana?” tanya Harin sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pada etalase toko yang memajang kalung berlian itu. Minhwa mencoba mengamati kalung-kalung itu. Hingga akhirnya ia menjatuhkan pada sebuah kalung sederhana yang terdapat batu berlian kecil disana.

“Bagaimana jika itu?” usul Minhwa sambil menunjuk kalung yang ia pilih.

“Ini?” tanya Harin sambil menunjuk kalung itu. Minhwa mengangguk.

“Apa ini tidak terlalu simple?” Komentar Harin yang membuat Minhwa terkekeh.

“Kalau begitu pilih saja yang kau suka.. kenapa menyuruhku memilih?” protes Minhwa sambil menghardik adiknya.

“Anii! Anii! Kita ambil ini!” seru Harin sambil menunjuk kalung yang Minhwa pilih tadi. “Ahjussi! Saya ambil kalung yang ini!!” seru Harin memanggil penjaga toko. Sosok paruh baya dalam toko itu yang dipanggil Harin tadi mendatangi Minhwa dan Harin, lalu melihat kalung yang ditunjuk Harin.

“Maaf nona. Kalung ini sudah dipesan.” Ucap ahjussi itu membuat wajah Harin yang tadinya begitu antusias mendadak cemberut kecewa.

“Kami akan membelinya sekarang..” kata Harin mencoba melobi, namun penjaga toko itu menggeleng.
“Benda ini sudah dibeli, hanya saja belum diambil oleh pemiliknya..”
Keterangan dari ahjussi itu membuat Harin mendecak kesal. Minhwa yang melihat adiknya begitu kecewa langsung mencoba mengalihkan perhatian Harin dengan memilih kalung yang lain.

“Bukankah yang ini juga bagus?” tanya Minhwa kepada Harin. Harin menoleh ke arah Minhwa, namun Harin menggelengkan kepalanya.

“Itu tidak bagus jika eonni yang pakai..” jawab Harin polos. Ia kembali sibuk mencoba melobi penjaga toko itu.

“Kami akan membeli ini dengan harga dua kali lipat, bagaimana?” tanya Harin yang membuat Minhwa membelalakkan matanya.

Ahjussi itu tersenyum, namun tetap menggeleng. “Jika anda memang sangat menginginkannya, lebih baik anda menemui pembeli kalung ini. Siapa tau ia mau menjual kalungnya kepada anda.” Usul penjaga toko itu. Harin menjentikkan jarinya.

“Ahjussi benar. Tapi.. dimana pemilik kalung ini?” tanya Harin.
Penjaga toko itu menunjuk toko alat musik yang terletak beberapa blok dari toko yang ia jaga. “Tadi ia bilang akan membeli sesuatu dulu disana. Mungkin dia masih ada disana.” Terangnya.

“Seperti apa orangnya?” tanya Minhwa yang ingin membantu adiknya.

“Seorang perempuan. Ia memakai mantel coklat panjang dan kacamata hitam. Ia tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak terlalu pendek. Satu lagi, rambutnya berwarna hitam panjang bergelombang, digerai.” Jelas ahjussi itu.

“Wahh.. ahjussi mengingatnya dengan sangat detail. Kamsahamnida ahjussi.” Kata Harin sambil membungkuk kepada ahjussi itu. Ahjussi itu membalas hormat Harin dengan anggukan. Minhwa juga segera memberi hormatnya dan segera mengejar adiknya yang sudah berlari duluan meninggalkan Minhwa.

Toko itu sangat sepi. Hanya ada seorang namja yang duduk di dekat meja kasir dan yeoja yang berdiri disana. Ia terlihat seperti sedang sibuk memilih gitar yang ada disana. Yeoja itu persis seperti yang digambarkan ahjussi penjaga toko perhiasan tadi. Harin langsung menghampiri yeoja itu, sedang Minhwa berjalan pelan di belakang Harin mengikutinya.

“Agashi?” Harin memanggil yeoja itu pelan. Yeoja itu menoleh ke arah Harin, lalu melepas kacamata hitamnya.

Betapa kaget Harin dan Minhwa yang baru mengetahui bahwa yeoja itu adalah Minah. Harin langsung menundukkan kepalanya, sedangkan Minhwa mengalihkan perhatiannya, pura-pura melihat gitar yang ada disana.

“Ada apa?” tanya Minah ramah. Harin menelan ludahnya, memaksakan diri menatap wajah imut yeoja yang ada dihadapannya sekarang.

“A.. apa.. anda memesan kalung di toko perhiasan yang ada di sebelah sana tadi?” tanya Harin terbata-bata. Minah mencoba menelaah apa yang dikatakan Harin.

“Ahh.. kalung berlian itu?”
Harin mengangguk mendengar Minah yang ingat kalung itu.

“Aku.. aku sangat membutuhkan kalung itu.. bolehkah.. aku membelinya?” tanya Harin ragu. Minah mengerutkan dahinya. “Ah! Aku akan membelinya dengan harga dua kali lipat jika kau mau!” seru Harin membuat mata Minah membulat.

Minah tampak mempertimbangkan hal itu. Ia menggigit bibir bawahnya. “Sebenarnya.. aku bisa memberikannya padamu jika kau memang membutuhkannya.. tapi.. aku harus tanya pada temanku dulu..” ucap Minah yang membuat Harin hampir berteriak karena ia hampir berhasil mendapatkan kalung itu. “Temanku hanya ke kamar mandi sebentar.. jadi kau tunggu saja sebentar disini..” ucap Minah yang membuat Harin mengangguk senang.

“Apa kau sudah selesai memilih?”

Harin dan Minhwa menoleh saat tiba-tiba mendengar orang yang bertanya. Mereka berdua langsung membeku di tempat saat sadar siapa yang bertanya. Orang yang bertanya itu juga tak kalah kagetnya melihat Minhwa dan Harin.

“Ne. Aku rasa yang ini bagus..” kata Minah yang membuat Harin dan Minhwa saling bertatapan.
Suasana hening. Minah yang tak tau mengapa semua orang menjadi diam tiba-tiba teringat permintaan Harin tadi.

“Oh iya, Seokjin-ssi. Yeoja ini.. dia ingin membeli kalung berlian itu. Ia bilang ia sangat membutuhkannya. Apa kau mau memberikannya padanya? Aku rasa ia lebih membutuhkannya daripada kita..”
Ucapan Minah sontak membuat kaki Minhwa dan Harin melemas. Minhwa langsung membungkukkan badannya, ijin untuk keluar sebentar. Harin langsung mengikuti Minhwa. sedangkan teman Minah yang tadi dipanggil Seokjin langsung mengejar dua yeoja itu. Minah yang ditinggal disana sejenak bingung, namun ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali mengamati gitar yang ada disana.
***

Minhwa langsung berlari menuju lift yang ada disana, lalu menekan B3, lantai dimana ia memarkirkan mobilnya. Beruntung Harin dapat mengejar Minhwa sehingga ia tidak kehilangan kakaknya.

“Eonni, apa kau baik-baik saja?” tanya Harin khawatir saat lift mulai bergerak turun. Minhwa hanya tersenyum simpul. Harin tau bahwa senyum itu berarti ia tidak baik-baik saja.

Denting lift menyadarkan Harin dan Minhwa bahwa mereka sudah sampai. Harin dan Minhwa langsung keluar dan berjalan menuju mobil mereka. Namun langkah mereka seketika terhenti ketika melihat seorang namja tlah berdiri di dekat mobil mereka.

“Minhwa!!”
Panggilan namja itu membuat Minhwa yang tlah berbalik menghentikan langkahnya. Namja itu langsung berjalan mendekati Harin dan Minhwa.

“Minhwa-ya..”
Panggilan itu membuat Harin melangkah menjauh dari Minhwa menuju mobil mereka. Ia tau Jin dan Minhwa membutuhkan waktu untuk bicara.

Jin meraih tangan kanan Minhwa, lalu membalikkan badannya. Ia tatap yeoja yang sekarang sedang menatapnya dengan wajah sendu dan mata berkaca-kaca. Jin yang tak kuat melihat yeoja yang ia sayangi menangis langsung menarik Minhwa kedalam pelukannya.

“Nappeun namja!” seru Minhwa yang kini tak dapat menahan tangisnya. Jin menghela nafasnya. Ia tau pasti Minhwa akan seperti ini. Jin langsung mengelus rambut hitam panjang Minhwa, mencoba menenangkannya.

“Kau tau betapa aku mengkhawatirkanmu? Kau tau betapa aku merindukanmu? Kau tau betapa aku membencimu? Aku membencimu, Kim Seok Jin!! Aku membencimu!!” seru Minhwa disela tangisnya.

Jin mengeratkan pelukannya. Ia tau Minhwa menahan beban yang sangat berat selama ini. Ia membiarkan Minhwa melepaskan bebannya dengan menangis di pelukannya. Ia tau selama ini Minhwa hanya menahannya, tak berani mengatakan kepada siapa-siapa tentang apa yang ia rasakan.

“Lepaskan aku, Kim Seok Jin!! Aku membencimu!!” seru Minhwa. Namun Jin menggeleng. Ia masih merindukan yeoja itu. Yeoja yang selama satu bulan ini begitu ia rindukan. Satu-satunya yeoja yang ia miliki.

“Oh?! Jin?! Dia siapa?!”

Pertanyaan itu membuat Minhwa segera melepaskan pelukan Jin. Jin menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Minah menatapnya dengan wajah bingung penuh tanda tanya.

“Apa yang kau lakukan pada yeoja itu?” tanya Minah lagi. Saat itu Minhwa mau melangkah pergi, namun jin dengan cekatan langsung meraih tangan Minhwa, membuat Minhwa tak bisa pergi.

“Yak! Kau apakan yeoja itu? Apa kau menyakitinya?” tanya Minah lagi. Kali ini ia langsung berjalan mendekati Minhwa dan Jin. Minhwa mencoba melepaskan genggaman tangan Jin, namun sia-sia. Tenaga Jin lebih besar daripada tenaga yang Minhwa miliki sekarang. Minhwa hanya pasrah sekarang.

“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Minah kepada Minhwa, namun Minhwa malah memanglingkan wajahnya. Minah langsung beralih menatap Kim Seok Jin. “Yak! Kau apakan dia?” tanya Minah pada Jin.

Jin mengangkat genggaman tangannya. “Aku tidak bisa melepasnya. Karena itu ia menangis..” ucap Jin yang membuat Minah memukulnya.
“Aku tak bercanda, Kim Seok Jin!”

“Aku juga tak bercanda. Aku memang tak bisa melepaskannya. Tak bisa.. dan tak akan pernah bisa melepaskannya.”

Minah langsung menatap Minhwa khawatir. “Nona, apa kau tidak apa-apa? Maafkan Jin ya.. dia memang sering seperti ini..”

Jin langsung melirik ke arah Minah. “Kapan aku seperti ini? ini pertama kalinya aku seperti ini..” ucap Jin yang kali ini langsung menarik Minhwa kembali ke pelukannya. Minah membelalakkan matanya, tak kalah kaget dari Minhwa. Minhwa meronta, mencoba melepaskan pelukan Jin, namun tak bisa karena Jin memeluknya erat.

“Yak! Kim Seok Jin! Apa yang kau lakukan?” kesal Minah yang kasihan melihat Minhwa.

“Kenapa? Memangnya aku tidak boleh memeluk yeojachinguku?”
Pernyataan Jin membuat mata Minah membulat. “M.. mwo?!” kaget Minah.

“Kau tau.. satu bulan ini aku tidak bertemu dengannya. Aku pikir aku akan mati jika tidak menemuinya hari ini.” ucap Jin sambil perlahan melepas pelukannya, lalu menghapus bekas air mata Minhwa yang membasahi pipinya. “Aku membuatnya begitu khawatir.. aku juga membuatnya begitu merindukanku.. dan sekarang ia bilang ia membenciku. Aku harus bagaimana?” tanya Jin pada Minah. Minah masih ‘blank’, belum mengerti dengan apa yang terjadi.

“Ja.. jadi yang kau bilang yeoja yang marah padamu itu dia? Bukan fansmu atau agensimu?”

Jin menganggukkan kepalanya, lalu menatap Minhwa dengan senyum manisnya. “Dia lebih menakutkan dari Bang Shi Hyuk PDnim dan sesaeng fans. Karena jika aku kehilangannya, aku bukan siapa-siapa lagi..” ucapnya tulus.
Saat itu, Minhwa kembali jatuh pada pesona sosok Kim Seok Jin. Sosok Seok Jin yang penyayang dan begitu dewasa. Sosok Seokjin yang begitu ia cintai. Sosok Seokjin yang begitu ia rindukan.

Melihat drama nyata yang ada dihadapannya Minah tersenyum senang. Ia mengerti mengapa Jin begitu kacau saat terakhir ia temui saat itu. Pasti karena yeoja yang sekarang ada dihadapannya. Minah langsung teringat sesuatu, lalu mengeluarkan kotak sedang dari tasnya.

“Ini milikmu..” kata Minah sambil menyerahkan kotak itu. Minhwa menatap bingung kotak itu. Jin merebut kotak itu dan langsung membukanya. Minhwa membelalakkan matanya ketika tau isinya kalung berlian tiga karat yang tadi ia pilih. Jin langsung mengambil kalung itu dan memakaikannya kepada Minhwa.

“Lihat.. kau tambah cantik memakai kalung itu..” kata Jin sambil tersenyum bangga.
“Aku yang membantu Seok Jin memilihnya..” ucap Minah tiba-tiba membuat senyum Jin sirna.

Minhwa memegang kalung yang kali ini ada di lehernya itu. “Gomawo.. tapi ini..”
“Saengil Chukkae..” ucap Jin memotong kata-kata Minhwa. Minhwa langsung menatap mata coklat Jin yang penuh rasa ketulusan itu. Minhwa terkekeh sejenak, lalu memeluk Jin erat.

Jin yang kaget dengan reaksi mendadak Minhwa langsung membelalakkan matanya. “W.. wae?”

Minhwa melepaskan pelukannya, lalu tersenyum penuh arti. Jin mencoba mengartikan senyum Minhwa.
“Jangan katakan padaku kalau kau lupa hari ini kau ulang tahun..” ucap Jin yang sepertinya menyadari satu hal. Minhwa terkekeh dan kembali memeluk namja yang ia rindukan. Jin membalas pelukannya itu. “Aihh.. yeojaku ini benar-benar pelupa yang hebat. Tanggal kelahirannya sendiri saja lupa. Bagaimana jika aku tidak mengingatkannya tadi..” ledek Jin yang membuat Minhwa mencubit Jin.

“Aku tak akan memaafkanmu..” kata Minhwa sambil tersenyum.
“Aku tak akan melepaskanmu..” kata Jin tak mau kalah.

Minah tersenyum senang melihat Minhwa dan Jin yang terlihat begitu romantis, sedangkan Harin yang melihat adegan itu dari jauh hanya dapat tersenyum simpul. Seperti itulah cinta bodoh mereka. Tanpa terasa air mata mengalir di pipi Harin. Ia langsung cepat-cepat menghapus air matanya itu. Semoga kalian bahagia..
***

2 thoughts on “[Fanfiction] 20 Years Old || Oneshoot

  1. Aiih kesian Harin cuma bisa ngeliatin sambil nangis, pasti sedih Harin. Simpel tapi feel nya ngena deh,keren ^^ Semangat buat bikin ff lainnya ya;)

Leave a comment