[Fanfiction] 20 Years Old || Oneshoot

Kim Seok Jin BTS

Annyeong haseyo~
This is My first fanfiction in this blog, please watch for it and happy reading 🙂

Title: 20 Years Old

Author: Ace Min

Cast:
• Choi Minhwa
• Choi/Shin Harin
• Jin/ Kim Seok Jin (BTS)
• Jungkook/ Jeon Jung Kook (BTS)
• Minah Girls Day

Genre: Sad, Comedy, Romance

Rating: T

Length: Oneshoot

Disclaimer: FF ini aku buat atas ide murni milikku sendiri, jadi buat yang mau copas silahkan ijin. Ingat, jadilah readers yang baik, jangan pernah mau jadi plagiat. Kesamaan ide atau cerita merupakan suatu kebetulan semata tanpa ada niatan meniru. Itu berarti kita satu hati. 😀

“Manusia tempatnya melakukan kesalahan, typo-typo yang berceceran mohon dimaafkan yaaa~” – Ace Min

Suatu pagi yang cerah di musim panas di Seoul tahun ini..

‘Kim Seok Jin, member BTS tertangkap basah sedang berkencan dengan member Girls Day, Minah. Mereka terlihat berjalan berdua di jalanan Cheongdam-dong, setelah keluar dari salah satu restoran ternama di daerah itu. Mereka menolak memberi keterangan apapun saat pers menanyai tentang hubungan mereka yang sebenarnya. Kedua agensi mereka membantah keras berita tersebut. Mereka meluruskan dan menyatakan bahwa Jin dan Minah hanya makan malam bersama sebagai rekan sesama artis untuk merayakan kemenangan BTS dalam sebuah acara Award yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu.’

Minhwa langsung mematikan televisinya, beranjak menuju dapurnya untuk mengambil minum, menghilangkan rasa sesaknya. Berita macam apa seperti itu! Benar-benar tak bermutu! Runtuk Minhwa dalam hati. Ia langsung menuangkan air putih dan meneguknya.
“Kali ini aku tak memaafkanmu, Kim Seok Jin!!” kesal Minhwa dengan mata berkaca-kaca.

“Kau kenapa eonni?”
Pertanyaan itu membuat Minhwa menolehkan kepalanya menuju ke arah sumber suara. Dilihatnya sosok yeoja dengan rambut coklat panjang yang diikat tinggi seperti ekor kuda tlah berdiri di sampingnya. Minhwa mendengus, lalu kembali menuangkan air dan meneguknya.

“Pasti karena calon kakak ipar lagi kan?”
Pertanyaan kali ini sukses membuat air yang Minhwa teguk menyembur keluar. Beruntung Harin, yeoja yang bertanya padanya tidak berdiri di depannya.
Harin menepuk-nepuk punggung Minhwa, mencoba membantu Minhwa yang terbatuk-batuk karena tersedak air minumnya.

“Makanya jangan minum saat kau kesal..” ledek Harin sambil mengacak-acak rambut Minhwa. Lagi-lagi Minhwa hanya dapat mendengus kesal. Ia menarik kursi yang ada di dekatnya.

“Harusnya aku tidak menerima cintanya..” lirih Minhwa saat duduk di kursi itu.
Baru saja Minhwa menyelesaikan kalimatnya, ponselnya yang terletak di meja makan berdering begitu kerasnya. Harin mengambil ponsel itu, lalu tersenyum senang.

“Calon kakak ipar menelponmu..” ucap Harin sambil menodorkan ponsel yang ia bawa itu, namun Minhwa menolaknya.

“Aku sedang tidak mood untuk bicara..”
Ucapan Minhwa membuat Harin menghela nafas lelah. “Ini sudah hampir satu bulan.. kau masih tak mau mengangkat teleponnya?”kesal Harin. Ia benar-benar sudah tak tahan lagi dengan sikap kakaknya yang selalu menghindar sejak gosip Jin yang memiliki pacar menyeruak di media massa.

Satu bulan yang lalu, rumor-rumor buruk menyelimuti BTS, terutama berita mengenai Kim Seok Jin. Media massa memergoki Jin yang sedang berjalan dengan sosok yeoja yang tak mereka tau identitasnya. Belum reda berita mengenai itu, Kim Seok Jin lagi-lagi diterpa rumor miring memiliki hubungan dengan lawan mainnya di sebuah drama yang ia bintangi. Mereka digosipkan mengalami cinta lokasi saat syuting drama itu. Dan kenyataan itu memang benar, cinta lokasi itu benar adanya, namun hanya satu belah pihak. Belum selesai berita itu diluruskan, berita mengenai Girls Day Minah yang begitu antusias dengan BTS saat penerimaan Daesang award, lalu foto yang ia upload bersama dengan member-member BTS, hingga berita kali ini yang memergoki Jin jalan dengan Minah membuat Minhwa benar-benar ingin menutup matanya. Ia sama sekali tak mau tau mengenai hal itu. Ia belum siap mendengar penjelasan apapun dari Kim Seok Jin.

“Cepat diangkat!!” seru Harin yang sudah pegal memegangi ponsel Minhwa. Minhwa menggelengkan kepalanya. Ini pertama kalinya Jin menghubunginya setelah rumor satu bulan itu. Ia benar-benar tau bahwa satu bulan itu sangat sulit tak hanya baginya, namun bagi Jin juga. Ia pasti diikuti pers dimana-mana. Belum lagi fansnya yang mungkin juga meninggalkannya, dan teguran keras dari agensinya yang lelah mengelak berita itu, membuat Jin mungkin tak sempat menghubungi Minhwa. Namun Minhwa seperti menutup mata, seakan tak mau tau dengan apa yang terjadi. Seperti itulah kenyataan jika kau memiliki pacar seorang publik figur.

“Tu kan.. mati..”
Ucapan itu membuat Minhwa tersenyum melihat wajah kecewa Harin yang menurutnya sangat lucu.

“Aku akan menghubunginya balik..” cetus Harin dengan semangat.
“Coba saja kalau bisa..”
Ucapan Minhwa membuat Harin kesal. Ia tau benar pengamanan di ponsel Minhwa bukan main-main. Kode ponselnya selalu ia ganti setiap kali ada orang yang mengetahuinya membuat orang-orang yang berniat membuka ponsel Minhwa harus gigit jari dahulu. Kode yang Minhwa pakai juga bukan kode yang sembarangan yang mudah ditebak orang seperti tanggal lahirnya atau yang lainnya. Ia akan memakai kode seperti uang kembalian yang ia terima setelah belanja atau kode suatu merek makanan. Benar-benar hal yang tak biasa untuk dijadikan kode pengaman.

Harin langsung mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya.
“Ia tidak akan mengangkat nomor ponsel yang tak ia kenal..” ucap Minhwa yang sangat tau kebiasaan sosok Kim Seok Jin. Harin menganggukkan kepalanya mengerti, namun ia tetap menghubungi seseorang. Ia tersenyum penuh kemenangan saat ponselnya ia dekatkan di telinga kanannya.

“Sayangnya Jin oppa tau nomorku..”
Ucapan itu membuat Minhwa mendesah pelan. Ia benar-benar ingin sekali mencekik yeoja yang ada dihadapannya sekarang itu jika ia bukan adiknya.

Sebuah sapaan dari ujung telepon membuat Harin begitu bersemangat.
“Yoboseyo.. ini Harin..” ucap gadis itu yang membuat mata Minhwa terbelalak. Jin mengangkat telon Harin? Benar-benar tak bisa dipercaya.
Harin meloadspeaker ponselnya, lalu meletakkan ponsel itu ke meja makan mereka.
“Oh, Harin! Ada apa?” tanya sesorang di ujung telepon sana. Minhwa mengernyitkan dahinya. Itu bukan suara Jin, batin Minhwa.
“Apa Jin oppa bersamamu?”
Pertanyaan Harin yang memakai bahasa informal membuat Minhwa tersenyum. Minhwa tau adiknya tak akan menghubungi Jin secara langsung karena takut menyakiti kakaknya. Ia pasti menghubungi Jungkook yang seumuran dengannya.
“Jin hyung.. Tadi ia disini. Kemana dia? Hoseok hyung! Kau melihat Jin hyung?”
Ucapan Jungkook yang ada di ujung telepon itu membuat Minhwa terkekeh. Ia membayangkan betapa lucunya ekspresi Jungkook saat baru sadar Jin tiba-tiba tak ada disana.
“Jungkook-ah..” panggil Harin mencoba menyadarkan Jungkook yang sibuk mencari Jin.
“Ne?”
“Jika kau bertemu dengan Jin oppa katakan padanya untuk menghubungi Minhwa eonni lagi. Arrachi?” pinta Harin.
“Oh! Minhwa eonni! Tadi ia bilang akan menemui Minhwa eonni! Mungkin sekarang ia sudah ada di depan rumahnya..”

Ucapan Jungkook langsung saja membuat Harin dan Minhwa saling bertatapan. Secepat kilat mereka berlari ke arah jendela dan mengintip halaman depan rumah mereka. Kosong. Tak ada siapapun.

“Ck. Aku yakin pasti seperti ini jika Jungkook yang memberikan informasi. Tak dapat di percaya..” ucap Minhwa sambil kembali menutup gorden jendelanya.
“Pasti ada yang salah kenapa Jin oppa belum sampai sini..” duga Harin. Ia langsung berlari kembali ke dapur mengambil ponselnya.

“Jungkook-ah?” panggil Harin ragu.
“Ne?”
Harin menghela nafas lega mendengar suara Jungkook. Ternyata ia belum mematikan teleponnya.
“Jam berapa Jin oppa meninggalkanmu?”
“Emm.. hampir 2 jam yang lalu..”
Jawaban Jungkook membuat Harin dan Minhwa mengernyitkan dahinya.
“Apa kau yakin?” tanya Harin yang ragu dengan jawaban Jungkook.
“Kau meragukanku?” tanya Jungkook balik. Minhwa langsung merebut ponsel yang dibawa Harin.

“Ya. Kau sangat meragukan Jeon Jungkook!” seru Minhwa kesal.
“Oh! Min.. Minhwa nuna.. A.. Annyeong haseyo..” sapa Jungkook seperti bergumam tak jelas, kaget karena tiba-tiba mendengar suara Minhwa.
Minhwa menghela nafasnya pelan. Sebenarnya ia tidak mau terlibat dengan perbincangan Jungkook dan Harin. Namun pernyataan Jungkook yang terakhir mengenai Jin tadi membuat Minhwa khawatir. Jarak rumah Minhwa dengan kantor Bighit hanya perlu ditempuh 20 menit, sedangkan jika dari dorm BTS hanya 15 menit. 2 jam? Itu waktu yang lebih dari cukup untuk bolak-balik dari rumah Minhwa menuju dorm lebih dari 4 kali.

“Ini pertanyaan ‘yes’ or ‘no’, jadi jawab aku dengan jelas. Arra?” suruh Minhwa.
“Ne.” Jawab Jungkook semangat.
“Apa Jin hyung benar-benar mau kerumahku?”
“Ne.”
“Dia benar-benar sudah pergi selama 2 jam?”
“Ne.”
“Dia pergi sendirian?”
“Ne.”
“Apa kau masih menyukaiku?”
“Ne. Eh? Aahh.. Anii! Anii!”

Minhwa terkekeh mendengar Jungkook yang tiba-tiba gugup karena pertanyaannya yang berubah tiba-tiba.
“Nuna.. itu..”
“Aku tak mau dengar alasannya. Aku sudah bilang tadi ini hanya pertanyaan yes or no.” Ucap Minhwa tak mau mendengarkan penjelasan Jungkook. “Lalu kemana ia pergi?” tanya Minhwa seperti menanyai dirinya sendiri.
“Apa ia tidak bersamamu, nuna?” tanya Jungkook.
“Aku tidak bertemu dengannya sama sekali. Ia hanya menelponku beberapa saat tadi..” jawab Minhwa. Harin merebut ponselnya lagi dari tangan Minhwa.

“Jungkook-ah!” seru Harin.
“Ne?”
“Kau hubungi Jin oppa sekarang. Katakan Minhwa eonni khawatir padanya. Nanti telepon aku jika ada kabar tentangnya!” ucap Harin tiba-tiba yang membuat mata Minhwa terbelalak.

“Yak! Shin Harin!!” kesal Minhwa.

“Aku tutup teleponnya..” kata Harin sebelum Minhwa kembali merebut ponselnya dan mengatakan hal yang merusak rencananya.

“Harin! Kau..” Minhwa menunjuk Harin dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Ini lebih baik.. daripada kalian marahan terus seperti ini..” kata Harin sambil berlari ke kamarnya.
“Siapa yang marahan?!” seru Minhwa tak terima
“Kau!” teriak Harin saat ia sudah mencapai tangga.
“Harin!!” kesal Minhwa.
***

“Eonni?”
Minhwa menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Harin tlah duduk disampingnya.
“Hubungi dia..” suruh Harin yang melihat Minhwa memegang ponselnya. Minhwa menggelengkan kepalanya.
“Apa kau tidak khawatir padanya?” tanya Harin yang kini membuat Minhwa menoleh ke arah Harin.

“Bukankah kau juga khawatir padanya?”
Minhwa yang membalik pertanyaan itu seakan menohok Harin. Harin menundukkan kepalanya.

“Tak apa. Aku mengerti.” Ucap Minhwa sambil membuka kode ponselnya. “Hubungi dia.” Suruh Minhwa sambil menyodorkan ponselnya kepada Harin. Harin kaget tak habis pikir dengan tingkah kakaknya.

“Eonni..”

“Kau bilang aku khawatir padanya. Jika aku khawatir maka kau merasakan hal yang sama denganku. Cepat hubungi dia..” kata Minhwa sambil meletakkan ponselnya ke genggaman Harin. Hadin menatap Minhwa lekat, lalu menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak bisa eonni..” kata Harin sambil mengembalikan ponsel itu ke genggaman Minhwa.

Minhwa tersenyum. “Kenapa tidak bisa?” tanyanya.
Harin menundukkan kepalanya. Minhwa menepuk pelan pundak Harin.

“Aku memang khawatir padanya, tapi aku juga khawatir padamu, Harin-ah. Kau kira aku tidak tau kau lebih khawatir dariku sekarang?”

“Eonni..” Harin menoleh ke arah Minhwa. Minhwa masih tersenyum hangat padanya.

“Jangan pernah bersembunyi dibalik senyummu lagi. Aku benar-benar tersakiti melihat kau selalu menutupi perasaanmu.” Ucap Minhwa sambil mengacak-acak rambut Harin. Ia menghela nafasnya pelan, lalu melanjutkan kalimatnya. “Aku tak memiliki keberanian untuk menghubunginya saat ini. Aku tak tau harus bicara apa sat aku menghubunginya. Itu sebabnya kau tidak mau menghubunginya. Aku belum siap berbicara dengannya.”

Harin menganggukkan kepalanya. Ia tau betul kakaknya sangat mencintai Jin. Di sisi lain, kakaknya juga menyayanginya, sebagai adik, dan sebagai orang yang pernah menyukai Jin. Minhwa yang menghargai perasaan Harin tak mau menghubungi Jin sekarang karena takut menyakiti Harin.

“Jaa~ Mending kita keluar mencari udara segar sekarang. Hawa di rumah ini benar-benar membuatku sesak. Aku akan menyuruh ayah merenovasi rumah ini setelah beliau pulang dari London. Ah! Aku punya kartu VIP di tempat perhiasan yang biasanya kita beli. Bagaimana jika kita kesana? Katanya kau mengincar salah satu kalung berlian yang ada disana..”
Mata Harin membulat mendengar ajakan Minhwa. Beberapa saat kemudian senyum mengembang di wajahnya.

“Jinjjayo?” tanya Harin tak percaya.
Minhwa menganggukkan kepalanya, tak kalah semangat dari Harin. Harin langsung memeluk kakaknya itu.
“Gomawo eonni..” ucap Harin. Minhwa tersenyum sambil mengelus punggung Harin penuh kasih sayang.
“Ah! Aku harus siap-siap dulu kalau begitu!” seru Harin langsung melepas pelukannya dan lari menuju kamarnya.

Minhwa menghela nafasnya pelan. Kau tak hanya menyakitiku, oppa. Kau menyakiti Harin juga.. batin Minhwa sambil menatap kosong layar ponselnya.
***

“Eonni.. menurutmu lebih cantik yang mana?” tanya Harin sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pada etalase toko yang memajang kalung berlian itu. Minhwa mencoba mengamati kalung-kalung itu. Hingga akhirnya ia menjatuhkan pada sebuah kalung sederhana yang terdapat batu berlian kecil disana.

“Bagaimana jika itu?” usul Minhwa sambil menunjuk kalung yang ia pilih.

“Ini?” tanya Harin sambil menunjuk kalung itu. Minhwa mengangguk.

“Apa ini tidak terlalu simple?” Komentar Harin yang membuat Minhwa terkekeh.

“Kalau begitu pilih saja yang kau suka.. kenapa menyuruhku memilih?” protes Minhwa sambil menghardik adiknya.

“Anii! Anii! Kita ambil ini!” seru Harin sambil menunjuk kalung yang Minhwa pilih tadi. “Ahjussi! Saya ambil kalung yang ini!!” seru Harin memanggil penjaga toko. Sosok paruh baya dalam toko itu yang dipanggil Harin tadi mendatangi Minhwa dan Harin, lalu melihat kalung yang ditunjuk Harin.

“Maaf nona. Kalung ini sudah dipesan.” Ucap ahjussi itu membuat wajah Harin yang tadinya begitu antusias mendadak cemberut kecewa.

“Kami akan membelinya sekarang..” kata Harin mencoba melobi, namun penjaga toko itu menggeleng.
“Benda ini sudah dibeli, hanya saja belum diambil oleh pemiliknya..”
Keterangan dari ahjussi itu membuat Harin mendecak kesal. Minhwa yang melihat adiknya begitu kecewa langsung mencoba mengalihkan perhatian Harin dengan memilih kalung yang lain.

“Bukankah yang ini juga bagus?” tanya Minhwa kepada Harin. Harin menoleh ke arah Minhwa, namun Harin menggelengkan kepalanya.

“Itu tidak bagus jika eonni yang pakai..” jawab Harin polos. Ia kembali sibuk mencoba melobi penjaga toko itu.

“Kami akan membeli ini dengan harga dua kali lipat, bagaimana?” tanya Harin yang membuat Minhwa membelalakkan matanya.

Ahjussi itu tersenyum, namun tetap menggeleng. “Jika anda memang sangat menginginkannya, lebih baik anda menemui pembeli kalung ini. Siapa tau ia mau menjual kalungnya kepada anda.” Usul penjaga toko itu. Harin menjentikkan jarinya.

“Ahjussi benar. Tapi.. dimana pemilik kalung ini?” tanya Harin.
Penjaga toko itu menunjuk toko alat musik yang terletak beberapa blok dari toko yang ia jaga. “Tadi ia bilang akan membeli sesuatu dulu disana. Mungkin dia masih ada disana.” Terangnya.

“Seperti apa orangnya?” tanya Minhwa yang ingin membantu adiknya.

“Seorang perempuan. Ia memakai mantel coklat panjang dan kacamata hitam. Ia tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak terlalu pendek. Satu lagi, rambutnya berwarna hitam panjang bergelombang, digerai.” Jelas ahjussi itu.

“Wahh.. ahjussi mengingatnya dengan sangat detail. Kamsahamnida ahjussi.” Kata Harin sambil membungkuk kepada ahjussi itu. Ahjussi itu membalas hormat Harin dengan anggukan. Minhwa juga segera memberi hormatnya dan segera mengejar adiknya yang sudah berlari duluan meninggalkan Minhwa.

Toko itu sangat sepi. Hanya ada seorang namja yang duduk di dekat meja kasir dan yeoja yang berdiri disana. Ia terlihat seperti sedang sibuk memilih gitar yang ada disana. Yeoja itu persis seperti yang digambarkan ahjussi penjaga toko perhiasan tadi. Harin langsung menghampiri yeoja itu, sedang Minhwa berjalan pelan di belakang Harin mengikutinya.

“Agashi?” Harin memanggil yeoja itu pelan. Yeoja itu menoleh ke arah Harin, lalu melepas kacamata hitamnya.

Betapa kaget Harin dan Minhwa yang baru mengetahui bahwa yeoja itu adalah Minah. Harin langsung menundukkan kepalanya, sedangkan Minhwa mengalihkan perhatiannya, pura-pura melihat gitar yang ada disana.

“Ada apa?” tanya Minah ramah. Harin menelan ludahnya, memaksakan diri menatap wajah imut yeoja yang ada dihadapannya sekarang.

“A.. apa.. anda memesan kalung di toko perhiasan yang ada di sebelah sana tadi?” tanya Harin terbata-bata. Minah mencoba menelaah apa yang dikatakan Harin.

“Ahh.. kalung berlian itu?”
Harin mengangguk mendengar Minah yang ingat kalung itu.

“Aku.. aku sangat membutuhkan kalung itu.. bolehkah.. aku membelinya?” tanya Harin ragu. Minah mengerutkan dahinya. “Ah! Aku akan membelinya dengan harga dua kali lipat jika kau mau!” seru Harin membuat mata Minah membulat.

Minah tampak mempertimbangkan hal itu. Ia menggigit bibir bawahnya. “Sebenarnya.. aku bisa memberikannya padamu jika kau memang membutuhkannya.. tapi.. aku harus tanya pada temanku dulu..” ucap Minah yang membuat Harin hampir berteriak karena ia hampir berhasil mendapatkan kalung itu. “Temanku hanya ke kamar mandi sebentar.. jadi kau tunggu saja sebentar disini..” ucap Minah yang membuat Harin mengangguk senang.

“Apa kau sudah selesai memilih?”

Harin dan Minhwa menoleh saat tiba-tiba mendengar orang yang bertanya. Mereka berdua langsung membeku di tempat saat sadar siapa yang bertanya. Orang yang bertanya itu juga tak kalah kagetnya melihat Minhwa dan Harin.

“Ne. Aku rasa yang ini bagus..” kata Minah yang membuat Harin dan Minhwa saling bertatapan.
Suasana hening. Minah yang tak tau mengapa semua orang menjadi diam tiba-tiba teringat permintaan Harin tadi.

“Oh iya, Seokjin-ssi. Yeoja ini.. dia ingin membeli kalung berlian itu. Ia bilang ia sangat membutuhkannya. Apa kau mau memberikannya padanya? Aku rasa ia lebih membutuhkannya daripada kita..”
Ucapan Minah sontak membuat kaki Minhwa dan Harin melemas. Minhwa langsung membungkukkan badannya, ijin untuk keluar sebentar. Harin langsung mengikuti Minhwa. sedangkan teman Minah yang tadi dipanggil Seokjin langsung mengejar dua yeoja itu. Minah yang ditinggal disana sejenak bingung, namun ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali mengamati gitar yang ada disana.
***

Minhwa langsung berlari menuju lift yang ada disana, lalu menekan B3, lantai dimana ia memarkirkan mobilnya. Beruntung Harin dapat mengejar Minhwa sehingga ia tidak kehilangan kakaknya.

“Eonni, apa kau baik-baik saja?” tanya Harin khawatir saat lift mulai bergerak turun. Minhwa hanya tersenyum simpul. Harin tau bahwa senyum itu berarti ia tidak baik-baik saja.

Denting lift menyadarkan Harin dan Minhwa bahwa mereka sudah sampai. Harin dan Minhwa langsung keluar dan berjalan menuju mobil mereka. Namun langkah mereka seketika terhenti ketika melihat seorang namja tlah berdiri di dekat mobil mereka.

“Minhwa!!”
Panggilan namja itu membuat Minhwa yang tlah berbalik menghentikan langkahnya. Namja itu langsung berjalan mendekati Harin dan Minhwa.

“Minhwa-ya..”
Panggilan itu membuat Harin melangkah menjauh dari Minhwa menuju mobil mereka. Ia tau Jin dan Minhwa membutuhkan waktu untuk bicara.

Jin meraih tangan kanan Minhwa, lalu membalikkan badannya. Ia tatap yeoja yang sekarang sedang menatapnya dengan wajah sendu dan mata berkaca-kaca. Jin yang tak kuat melihat yeoja yang ia sayangi menangis langsung menarik Minhwa kedalam pelukannya.

“Nappeun namja!” seru Minhwa yang kini tak dapat menahan tangisnya. Jin menghela nafasnya. Ia tau pasti Minhwa akan seperti ini. Jin langsung mengelus rambut hitam panjang Minhwa, mencoba menenangkannya.

“Kau tau betapa aku mengkhawatirkanmu? Kau tau betapa aku merindukanmu? Kau tau betapa aku membencimu? Aku membencimu, Kim Seok Jin!! Aku membencimu!!” seru Minhwa disela tangisnya.

Jin mengeratkan pelukannya. Ia tau Minhwa menahan beban yang sangat berat selama ini. Ia membiarkan Minhwa melepaskan bebannya dengan menangis di pelukannya. Ia tau selama ini Minhwa hanya menahannya, tak berani mengatakan kepada siapa-siapa tentang apa yang ia rasakan.

“Lepaskan aku, Kim Seok Jin!! Aku membencimu!!” seru Minhwa. Namun Jin menggeleng. Ia masih merindukan yeoja itu. Yeoja yang selama satu bulan ini begitu ia rindukan. Satu-satunya yeoja yang ia miliki.

“Oh?! Jin?! Dia siapa?!”

Pertanyaan itu membuat Minhwa segera melepaskan pelukan Jin. Jin menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Minah menatapnya dengan wajah bingung penuh tanda tanya.

“Apa yang kau lakukan pada yeoja itu?” tanya Minah lagi. Saat itu Minhwa mau melangkah pergi, namun jin dengan cekatan langsung meraih tangan Minhwa, membuat Minhwa tak bisa pergi.

“Yak! Kau apakan yeoja itu? Apa kau menyakitinya?” tanya Minah lagi. Kali ini ia langsung berjalan mendekati Minhwa dan Jin. Minhwa mencoba melepaskan genggaman tangan Jin, namun sia-sia. Tenaga Jin lebih besar daripada tenaga yang Minhwa miliki sekarang. Minhwa hanya pasrah sekarang.

“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Minah kepada Minhwa, namun Minhwa malah memanglingkan wajahnya. Minah langsung beralih menatap Kim Seok Jin. “Yak! Kau apakan dia?” tanya Minah pada Jin.

Jin mengangkat genggaman tangannya. “Aku tidak bisa melepasnya. Karena itu ia menangis..” ucap Jin yang membuat Minah memukulnya.
“Aku tak bercanda, Kim Seok Jin!”

“Aku juga tak bercanda. Aku memang tak bisa melepaskannya. Tak bisa.. dan tak akan pernah bisa melepaskannya.”

Minah langsung menatap Minhwa khawatir. “Nona, apa kau tidak apa-apa? Maafkan Jin ya.. dia memang sering seperti ini..”

Jin langsung melirik ke arah Minah. “Kapan aku seperti ini? ini pertama kalinya aku seperti ini..” ucap Jin yang kali ini langsung menarik Minhwa kembali ke pelukannya. Minah membelalakkan matanya, tak kalah kaget dari Minhwa. Minhwa meronta, mencoba melepaskan pelukan Jin, namun tak bisa karena Jin memeluknya erat.

“Yak! Kim Seok Jin! Apa yang kau lakukan?” kesal Minah yang kasihan melihat Minhwa.

“Kenapa? Memangnya aku tidak boleh memeluk yeojachinguku?”
Pernyataan Jin membuat mata Minah membulat. “M.. mwo?!” kaget Minah.

“Kau tau.. satu bulan ini aku tidak bertemu dengannya. Aku pikir aku akan mati jika tidak menemuinya hari ini.” ucap Jin sambil perlahan melepas pelukannya, lalu menghapus bekas air mata Minhwa yang membasahi pipinya. “Aku membuatnya begitu khawatir.. aku juga membuatnya begitu merindukanku.. dan sekarang ia bilang ia membenciku. Aku harus bagaimana?” tanya Jin pada Minah. Minah masih ‘blank’, belum mengerti dengan apa yang terjadi.

“Ja.. jadi yang kau bilang yeoja yang marah padamu itu dia? Bukan fansmu atau agensimu?”

Jin menganggukkan kepalanya, lalu menatap Minhwa dengan senyum manisnya. “Dia lebih menakutkan dari Bang Shi Hyuk PDnim dan sesaeng fans. Karena jika aku kehilangannya, aku bukan siapa-siapa lagi..” ucapnya tulus.
Saat itu, Minhwa kembali jatuh pada pesona sosok Kim Seok Jin. Sosok Seok Jin yang penyayang dan begitu dewasa. Sosok Seokjin yang begitu ia cintai. Sosok Seokjin yang begitu ia rindukan.

Melihat drama nyata yang ada dihadapannya Minah tersenyum senang. Ia mengerti mengapa Jin begitu kacau saat terakhir ia temui saat itu. Pasti karena yeoja yang sekarang ada dihadapannya. Minah langsung teringat sesuatu, lalu mengeluarkan kotak sedang dari tasnya.

“Ini milikmu..” kata Minah sambil menyerahkan kotak itu. Minhwa menatap bingung kotak itu. Jin merebut kotak itu dan langsung membukanya. Minhwa membelalakkan matanya ketika tau isinya kalung berlian tiga karat yang tadi ia pilih. Jin langsung mengambil kalung itu dan memakaikannya kepada Minhwa.

“Lihat.. kau tambah cantik memakai kalung itu..” kata Jin sambil tersenyum bangga.
“Aku yang membantu Seok Jin memilihnya..” ucap Minah tiba-tiba membuat senyum Jin sirna.

Minhwa memegang kalung yang kali ini ada di lehernya itu. “Gomawo.. tapi ini..”
“Saengil Chukkae..” ucap Jin memotong kata-kata Minhwa. Minhwa langsung menatap mata coklat Jin yang penuh rasa ketulusan itu. Minhwa terkekeh sejenak, lalu memeluk Jin erat.

Jin yang kaget dengan reaksi mendadak Minhwa langsung membelalakkan matanya. “W.. wae?”

Minhwa melepaskan pelukannya, lalu tersenyum penuh arti. Jin mencoba mengartikan senyum Minhwa.
“Jangan katakan padaku kalau kau lupa hari ini kau ulang tahun..” ucap Jin yang sepertinya menyadari satu hal. Minhwa terkekeh dan kembali memeluk namja yang ia rindukan. Jin membalas pelukannya itu. “Aihh.. yeojaku ini benar-benar pelupa yang hebat. Tanggal kelahirannya sendiri saja lupa. Bagaimana jika aku tidak mengingatkannya tadi..” ledek Jin yang membuat Minhwa mencubit Jin.

“Aku tak akan memaafkanmu..” kata Minhwa sambil tersenyum.
“Aku tak akan melepaskanmu..” kata Jin tak mau kalah.

Minah tersenyum senang melihat Minhwa dan Jin yang terlihat begitu romantis, sedangkan Harin yang melihat adegan itu dari jauh hanya dapat tersenyum simpul. Seperti itulah cinta bodoh mereka. Tanpa terasa air mata mengalir di pipi Harin. Ia langsung cepat-cepat menghapus air matanya itu. Semoga kalian bahagia..
***

[Fanfiction] Bad Girl Good Girl || Part 3

Title : Bad Girl Good Girl
Cast :
– Jung Minhwa
– Kim Taehyung
– Kim Seokjin
– Min Yoon Gi
– Park Jimin
– Jung Hoseok
– And other cast ^^

 

Happy Reading~
Big Hit entertainment, perusahaan berbasis hiburan terbesar di Korea. Tidak mudah bagi Minhwa untuk masuk ke dalam gedung tersebut tanpa ada koneksi karena sistem penjagaan yang begitu ketat.

“Bukankah itu Jin?”
Pertanyaan Jimin membuat Minhwa menganggukkan kepalanya. Saat ini mereka sedang berada di salah satu studio tempat pemotretan Kim Seok Jin. Mereka menyamar sebagai staff baru sehingga mudah untuk mengawasi gerak-gerik Jin.

“Aku ingin memonitori satu persatu..” ucap Minhwa sambil mengambil beberapa jepret foto dengan ponselnya.

“Jadi kau ingin mengawasi satu persatu dari mereka?” tanya Jimin yang masih belum mengerti maksud Minhwa.

“Yaa..” jawab Minhwa singkat. “Dapatkan jadwal Jin dari managernya. Kita harus mempersiapkan semuanya..” ujarnya sambil menunjuk seorang ahjussi yang terlihat sedang menelpon seseorang di salah satu sudut ruangan tersebut.

Jimin menganggukkan kepalanya, mengerti.
***
Terlihat Minhwa memasuki sebuah kafe elit di area Gangnam. Kafe itu terlihat cukup ramai, namun begitu nyaman sebagai tempat peristirahatan, diskusi, atau sekedar bertemu dengan kawan lama.

“Bisakah aku minta segelas vanilla latte?” pinta Minhwa pada seorang pelayan disana yang Minhwa sangat mengenalnya.

Pelayan itu menganggukkan kepalanya dan mengambilkan pesanan Minhwa, hingga akhirnya tidak sengaja perempuan itu melihat Minhwa membuka dompetnya yang didalamnya terpampang foto yang tidak asing baginya. Ia tersadar akan sesuatu saat Minhwa mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari dompet itu.

“Apa kau.. Jung Minhwa?”
Pertanyaan itu membuat Minhwa mengernyitkan dahinya. Ia pura-pura berfikir untuk mengingat sesuatu.

“Kau.. Hyosun?”
Pertanyaan Minhwa lekas membuat guratan senyum pada perempuan penjaga kafe itu.

“Minhwa-ya!! Aigoo.. bagaimana bisa aku hampir tidak mengenalmu? Kau.. kau terlihat begitu menakjubkan..” ujarnya yang begitu terpesona dengan Minhwa yang menurutnya cukup berubah sekarang. “Apa kau sendirian?” tanyanya.

Minhwa tersenyum dan mengangguk. “Apa kau ada waktu?” tanyanya.

Perempuan bernama Hyosun itu segera pergi ke belakang menghampiri seorang laki-laki yang Minhwa duga sebagai bosnya. Tak perlu menunggu lama, Hyosun kembali menghampirinya.

“Aku ada waktu untuk istirahat, namun bos tidak mengijinkanku keluar dari kafe,” ujarnya dengan perasaan kecewa.

Minhwa mengangguk mengerti. “Tak apa.. kita mengobrol saja disini..” kata Minhwa yang membuat Hyosun tersenyum. “Dimana tempat duduk ternyaman disini?” tanyanya. Hyosun segera menggandeng Minhwa menuju tempat duduk yang ada di pojok kafe, dekat dengan jendela yang cukup jauh dari jalanan sehingga suasananya cukup tenang.

“Aku tidak menyangka dapat bertemu denganmu dalam keadaan yang seperti ini..” kata Hyosun saat ia duduk ke kursinya. Minhwa hanya menjawabnya dengan senyuman.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Minhwa mencoba membuka pembicaraan setelah ia duduk di kursinya.

“Yaa.. seperti yang kau lihat. Tangan masih ada dua, kaki masih bisa untuk berjalan, hanya aku merasa semakin gemuk akhir-akhir ini..”
Jawaban Hyosun membuat Minhwa terkekeh.

“Bagaimana denganmu?” tanya Hyosun balik.

“Yaa.. seperti yang kau lihat.. aku masih utuh..” jawab Minhwa tak mau kalah dari Hyosun. Hyosun tersenyum mendengar jawaban Minhwa.

“Jawabanmu tak berubah dari dulu..” kata Hyosun yang membuat senyum Minhwa mengembang. “Bagaimana dengan studimu?” tanyanya.

“Yaa.. semua baik-baik saja. Hanya saja aku kira kuliah ini lebih melelahkan daripada sekolah dulu..” jawab Minhwa diikuti anggukan oleh Hyosun. “Bagaimana denganmu? Kau.. bekerja disini sekarang?”

“Yaa.. kau tau.. kebutuhan keluargaku cukup banyak.. aku tak bisa membiarkan adikku mengalami masa-masa sulit sepertiku.. jadi aku harus terus bekerja apapun itu selagi aku bisa..” jawabnya. Minhwa menganggukkan kepalanya.

“Kau begitu bekerja keras untuk mereka.. Mereka pasti sangat beruntung karena memilikimu..” ucap Minhwa yang membuat Hyosun tersipu malu.

“Tapi.. selama 2 tahun ini.. perubahanmu cukup mengejutkanku.. Jika aku tidak melihat foto yang ada di dompetmu tadi aku pasti sudah tidak mengenalmu..” ujar Hyosun yang membuat Minhwa terkekeh.

“Kau terlalu berlebihan.. Katakan saja kau sudah melupakanku..” kata Minhwa sambil melipat tangannya.

“Tidak.. kau tau.. Kau sekarang begitu.. begitu.. menakjubkan! Sepertinya kau benar-benar merawat dirimu selama 2 tahun terakhir ini..” tutur Hyosun.

Minhwa tersenyum simpul. “Kau sangat jeli, Hyosun-ya.. Aku memang melakukan beberapa operasi kecil untuk mempercantik wajahku..” terang Minhwa yang membuat mata Hyosun terbelalak.

“Kau.. Apa kau tidak puas dengan kecantikan yang kau punya? Dulu, sebelum operasi pun kau sudah cantik. Bahkan kau dinobatkan sebagai perempuan paling cantik di sekolah..” kata Hyosun yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar tadi dari Minhwa.

“Ya. Bahkan aku banyak ditawari oleh beberapa perusahaan. Aku masih ingat itu. Tapi, aku melakukan operasi bukan karena itu. Aku hanya merasa aku harus melakukannya..” jawab Minhwa yang membuat kekecewaan di wajah Hyosun tak tertahankan.

“Padahal aku dulu mengagumimu karena kau begitu percaya diri dengan penampilanmu..” ucapnya. Minhwa menganggukkan kepalanya.

“Aku juga merasa kecewa beberapa saat setelah itu, namun akhirnya aku tidak menyesali keputusanku.. Karena kini, teman kita selalu terkagum-kagum ketika mereka melihatku.. Dan aku rasa itu menyenangkan, dikagumi oleh orang yang dulu membully-mu..”

Hyosun tersenyum, kagum dengan sifat Minhwa. “Yaakk.. seperti yang aku duga.. Jung Minhwa memang belum berubah sejak dahulu..” kata Hyosun sambil menepuk pundak Minhwa. “Lalu bagaimana kabarmu dengan Namjun oppa? Apa kau sudah putus dengannya?” tanya Hyosun tiba-tiba.

“Yaa.. seperti itulah..” jawab Minhwa malas.

“Kenapa?”

“Dia terlalu sibuk dengan urusannya..”

“Bagaimana dengan Yoon Gi oppa?” tanya Hyosun yang penasaran dengan kisah cinta Minhwa.

“Bukankah aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak pacaran dengan Yoon Gi oppa?”

Hyosun langsung menggosok tengkuknya yang tidak gatal. “Ahh.. matta! Mian.. habisnya kau dengan Yoon Gi terlihat sangat romantis..”

“Kau dengan Jin oppa lebih romantis..” ucap Minhwa tiba-tiba yang membuat Hyosun langsung salah tingkah.

“Ahh.. itu..”

Minhwa terkekeh melihat Hyosun yang raut wajah berubah memucat.

“Sekarang kita impas bukan? Jangan ungkit mantanku dan aku tidak akan mengungkit mantanmu..” ucap Minhwa yang membuat Hyosun mengangguk lemas.

“Arraseo. Jadi.. sekarang kau tidak punya pacar?”

Minhwa menganggukkan kepalanya. “Ya.. kami baru putus kemarin..”

“Kemarin?!” kaget Hyosun

“Ya.. dia ketahuan selingkuh..”

Hyosun menepuk pelan bahu Minhwa. “Ahh.. aku turut berduka untuk itu..”

“Aku juga tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini untuk yang kesekian kalinya..” ucap Minhwa sebelum meneguk minumannya.

“Kau benar. Semua orang hampir mengenalmu sebagai bad girl karena kau sering berganti pasangan, padahal mereka tak tau bahwa sebenarnya kaulah yang tersakiti..”

“Kau benar-benar Hyosunku..” kata Minhwa yang membuat Hyosun tersenyum.

“Lalu bagaimana denganmu? Apa kau sudah memiliki pacar baru yang menggantikan Jin oppa?”

“Emm.. itu..”

“Kau memilikinya bukan? Kau tidak bisa berbohong padaku..” goda Minhwa.

“Itu..”

“Tak apa jika kau tidak mau mengenalkannya padaku. Aku yakin kau sangat khawatir laki-laki itu lari padaku..” canda Minhwa yang membuat Hyosun mengerucutkan bibirnya.

“Tidak sama sekali! pacarku bukan orang yang gampang!” seru Hyosun yang membuat Minhwa terkekeh.

“Begitukah? Bagus jika begitu. Aku harap kau bisa menjaganya dengan baik. Tidak mudah mendapatkan laki-laki yang seperti itu. Kau tau bukan banyak sekali laki-laki brengsek di dunia ini? Jangan pernah jadi sepertiku yang selalu dipermainkan banyak laki-laki..” ucap Minhwa sambil menyunggingkan senyum tipisnya penuh arti.
***
“Bagaimana hari ini?” tanya Hoseok saat melihat Minhwa masuk ke rumah.

“Melelahkan. Hyosun masih mengingat mantan-mantanku. Bahkan Yoon Gi oppa dan Namjun disebutnya.” jawab Minhwa yang langsung merebahkan tubuhnya di sofa panjang dekat dengan kursi yang diduduki Hoseok sekarang.

“Lalu apa rencanamu selanjutnya?” tanya Yoon Gi yang menghampiri Minhwa sambil membawa segelas air putih untuk Minhwa. Minhwa langsung bangun dan meminum air putih itu.

“Aku rasa aku harus mendekati Jungkook mulai sekarang..” jawab Minhwa setelah menghabiskan air putih itu.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Hoseok dengan nada yang sedikit diperhalus, membuat Minhwa mengernyitkan dahinya.

“Tentu. Memangnya kenapa?”

“Jika itu memang sakit jangan ditahan..” imbuh Yoon Gi yang membuat Minhwa menoleh kepadanya.

“Apanya yang sakit?” tanya Minhwa yang semakin bingung.

“Hatimu..” jawab Hoseok yang membuat Minhwa beralih menatap kakaknya.

“Hatiku? Memang hatiku sakit kenapa?” Minhwa menatap Yon Gi dan Hoseok bergantian, bingung dengan apa yang mereka bicarakan.

“Kau menyukai Jin bukan?”
Pertanyaan Hoseok membuat Minhwa menghela nafas berat. Belum sampai Minhwa membuka mulutnya untuk menjelaskan, Yoon Gi sudah lebih dulu mengeluarkan suaranya.

“Kau tidak perlu mencari alasan. Kami sudah tau alasanmu menolak misi ini sebelumnya. Bukan hanya karena Jin seorang artis, tapi juga karena ia cinta pertamamu, bukan? Kau tidak bisa berbohong pada kami..”
Minhwa menggosok-gosok tengkuknya pelan. “Masalah itu..”

“Minhwa-ya, jika itu memang alasanmu kita batalkan saja misi ini. Tidak masalah bagiku jika aku dipenjara, karena itu lebih baik daripada kau akan sakit hati nantinya. Aku akan melindungimu..” kata Hoseok yang memotong kata-kata Minhwa.

“Tunggu sebentar.. kenapa tiba-tiba seperti ini? Apa kalian sekarang begitu mengkhawatirkanku?” tanya Minhwa ragu.

“Bagaimana kami tidak khawatir? Kau ditusuk dari belakang oleh Hyosun yang diam-diam ternyata menjalin hubungan dengan Jin padahal ia tau kau menyukainya.. Bukankah itu sangat menyakitkan?” tanya Jimin yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Apakah itu yang membuatmu tidak bisa percaya pada siapapun termasuk kakakmu sendiri?” tanya Yoon Gi

“Darimana kalian bisa tau?? Hahhh.. Sudahlah oppa, itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah itu, dan aku sudah tidak memiliki perasaan apapun pada keduanya. Aku hanya menganggap ini sebagai proyek..” ucap Minhwa ketus dan langsung pergi ke kamarnya.

“Lihatlah dia. Aku yakin ia tidak baik-baik saja..” ucap Yoon Gi sambil menatap punggung Minhwa yang menjauhi mereka.

[Fanfiction] Not Me!! ||Chaptered||Part 3

Title: I’m Not Her (Not Me!!!)

Author: Ace Min

Cast:

  • Yoon Harim (OC)
  • Min Yoon Gi/Suga (BTS)
  • Jung Haneul (OC)
  • Kim Seok Jin/ Jin (BTS)
  • Kim Tae Hyung/ V (BTS)
  • Park Ji Min/Jimin (BTS)
  • Jeon Jung Kook/Jungkook (BTS)
  • And other cast

Genre: Romance

Rating: T

Length: Chaptered

 

Jika reinkarnasi itu benar-benar ada, dosa apa yang aku perbuat hingga akhirnya sekarang aku mengalami kehidupan yang begitu sulit? -Yoon Gi.

 

Part 3

Suara alunan denting piano yang indah terdengar mengalun merdu dari apartemen tempat Yoon Gi tinggal, apartemen yang memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan apartemen lain yang ada dalam gedung tersebut. Apartemen itu didesain sedemikian rupa sehingga sangat nyaman untuk ditempati.

“Apa kau benar-benar baik-baik saja?”

Yoon Gi menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Haneul. Ia tau Haneul begitu khawatir dengannya yang begitu kesakitan saat mencoba memainkan lagu arrasementnya. Namun ia ingin mencobanya. Ia ingin mencoba kembali menggeluti musik yang dulu menjadi kesibukannya sehari-hari. Yoon Gi yang duduk di depan pianonya itu membenarkan posisi duduknya sambil menghela nafas panjang setelah sakit kepalanya perlahan menghilang.

“Jangan memaksakan diri, Yoon..” ujar Haneul lagi yang tidak mau Yoon Gi kembali terluka. Yoon Gi kembali menganggukkan kepalanya, lalu kembali mencoba menekan tuts-tuts piano hingga menghasilkan nada yang indah. Tetapi tak seperti yang diharapkan, ia malah semakin kesakitan. Yoon Gi merasa seperti ada dinding tebal yang menahan memori itu untuk kembali, membuat permainan piano Yoon Gi mendadak terhenti.

“Yoon..”

Panggilan Haneul kali ini mendapat respon dari Yoon Gi. Ia memutuskan untuk beristirahat sebentar. Haneul langsung mendorong kursi roda Yoon Gi menjauh dari piano itu menuju balkon untuk menghirup udara segar.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Haneul. Wajahnya tlah dipenuhi kekhawatiran melihat Yoon Gi yang beberapa kali merintih kesakitan seraya memegangi kepalanya.

Yoon Gi menganggukkan kepalanya pelan, menandakan bahwa ia baik-baik saja. “Bisakah kau mengambilkanku air putih?” pinta Yoon Gi. Haneul menganggukkan kepalanya dan langsung pergi ke dapur.

Yoon Gi menatap jauh langit biru yang terbentang di langit. Ia menghela nafas pelan. Ia benar-benar mencoba untuk kembali menjadi Yoon Gi yang dulu, namun sangat sulit baginya. Saat ia mencoba memunculkan kembali bayangan Minhwa dalam kepalanya ia selalu merasa sakit kepala, seperti ada dinding tebal yang menghalangi bayangan itu untuk kembali. Ia menghela nafas lagi, merasa begitu menyesal. Kembali terlintas pikiran Yoon Gi untuk lompat dari balkonnya yang berada di lantai 7. Namun saat ia melihat kebawah, ia melihat seorang yeoja yang familiar baginya sedang berjalan menuju gedung yang ia tempat, membuat ia mengurungkan niatnya.

Haneul yang melihat Yoon Gi berada di pinggir balkon langsung menarik kursi roda Yoon Gi menjauh dari sana.

“Apa yang kau lakukan, Yoon??! Kau mau mati lagi?!!” seru Haneul panik. Yoon Gi yang melihat ekspresi Haneul begitu mengkhawatirkannya hanya menyunggingkan senyumnya.

“Aku melihat Minhwa di bawah tadi..”

Ucapan Yoon Gi membuat Haneul menghela nafas lelah. Ia memegang kepalanya yang terasa akan meledak saat mendengar nama Minhwa muncul dari mulut Yoon Gi.

“Apa kau tersenyum padaku karena kau mau melakukan ini?! Kau tersenyum lagi hanya untuk membuatku tidak mengkhawatirkanmu dan kau bisa melakukan percobaan bunuh diri lagi, kan?!” ucap Haneul dengan nada yang meninggi.

“Haneul-ya..”

“Sudah berapa kali aku mengatakan bahwa Minhwa sudah meninggal, Yoon? Harus berapa kali lagi aku mengatakannya padamu agar kau sadar?! Aku juga manusia Yoon, aku juga bisa lelah.. aku juga bisa marah.. tak bisakah kau mengerti aku?!!” tanya Haneul yang kini kesabarannya tlah habis.

“Maafkan aku jika aku menyakitimu, Haneul-ya.. Tapi aku benar-benar melihatnya tadi..”

Haneul langsung menutup pintu yang menghubungkan ruangan utama dengan balkon dan menurunkan tirai jendela yang ada di ruang itu.

“Tak peduli apapun yang terjadi, Minhwa sudah tiada Yoon. Hanya ada aku dan kau disini. Bahkan jika Minhwa menjadi hantu, malaikat, atau ia hidup kembali kau tetap harus menyangkalnya. Ia sudah meninggal.” ucap Haneul dingin dan langsung meninggalkan Yoon Gi.

***

Suara bel apartemennya membuat Yoon Gi terpaksa memutar kursi rodanya. Tak biasanya bel apartemennya berbunyi, karena Hoseok dan Haneul mengetahui kode apartemennya. Saat ia membuka pintunya, ia melihat seseorang berambut orange berdiri di depan rumahnya dengan raut wajah yang sulit dimengerti.

“Suga, Annyeong! Kau ingat aku?” tanya laki-laki itu dengan tangan kanannya yang terangkat seperti menyapa.

Yoon Gi menyipitkan matanya, mencoba mengingat namja yang berdiri di depannya sekarang.

Bukankah nama itu nama yang bagus? Suga itu berarti gula, manis. Apa aku harus meminta maaf karena aku memanggilmu manis?

Yoon Gi ber-ahh ria saat mengingat siapa yang memanggil Suga itu. Ia adalah namja yang sama saat yeoja yang mirip Minhwa membuatnya terpaksa turun ke lantai bawah untuk membantunya.

“Apa yang membawamu kesini?” tanya Yoon Gi sedikit bingung dengan kedatangan laki-laki itu.

“Aku hanya ingin mengunjungimu dan membicarakan sesuatu. Bisakah kita bicara di dalam?” pinta laki-laki itu. Yoon Gi mengernyitkan dahinya. Ia tidak pernah membawa orang asing masuk ke apartemennya, bahkan terpikir untuk melakukan itu saja tidak.

“Whoaa.. desain apartemenmu berbeda dengan apartemen yang lain..”

Kalimat itu memecah konsentrasinya. Ia melihat laki-laki berambut orange itu telah ada di dalam. Ia menghela nafas pelan. Dasar tidak tau sopan santun! Bahkan aku belum mengijinkannya untuk masuk ia sudah menerobos.

“Aku tidak menyangka apartemen dapat disulap seperti rumah. Tempat ini begitu nyaman ditempati,” kata laki-laki itu saat duduk di sofa.

Setelah menutup pintu apartemennya, ia memutar roda kursinya mendekat pada laki-laki itu.

“Sebenarnya siapa kau? Apa yang kau mau?”

Taehyung menepuk tangannya. “Ah.. aku lupa memperkenalkan diriku. Perkenalkan, namaku Kim Taehyung, kau bisa memanggilku Taehyung. Aku tertarik sekali dengan apartemenmu. Terasa begitu nyaman dan.. aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Apartemen ini terasa begitu menakjubkan!” ujar Taehyung begitu bersemangat.

“Maaf sebelumnya, tapi bisakah kau pergi sekarang?”

Kalimat Yoon Gi membuat Taehyung mengerutkan dahinya. “Ne?”

“Silahkan pergi dari apartemenku sekarang.” Ucap Yoon Gi yang lebih terdengar seperti mengusir.

“Eii.. aku bahkan belum membicarakan apa yang ingin aku bicarakan..” kata Taehyung mencoba meluluhkan hati Yoon Gi.

“Dan aku tidak berminat mendengarkan apa yang ingin kau bicarakan, Taehyung-ssi. Lebih baik kau segera pergi sekarang, sebelum aku menelpon security untuk mengusirmu..” kata Yoon Gi yang kini benar-benar tak ingin Taehyung ada disana.

“Whoaa.. apa kau mengancamku? Aku calon tunangan Harim, anak pemilik apartemen ini.. Dan kau berani mengusirku??” tanya Taehyung tak percaya.

“Ne. Aku mengusirmu. Jadi pergilah sekarang.” Jawab Yoon Gi enteng.

“Baiklah.. aku akan pergi sekarang.. tapi aku berharap kau tidak menyesali keputusanmu, Suga-ssi,” ancam Taehyung yang hanya dibalas seulas senyum oleh Yoon Gi.

***

Harim sedang mendengarkan lagu saat ia mendapat telepon dari Jin yang mengajaknya untuk makan malam hari ini. Setelah menentukan dimana mereka akan bertemu untuk makan siang, Harim segera bersiap untuk makan malam bersama Jin. Saat akan menutup pintu balkonnya, ia melihat Yoon Gi duduk diatas kursi rodanya sendirian di balkon. Ia terlihat sedang mencoba untuk berdiri dari kursi rodanya sambil berpegangan pada pagar balkon. Ia tersenyum simpul saat berhasil berdiri walau tangannya harus menahan badannya agar tidak jatuh.

Apa benar kata Jin oppa bahwa dia sudah sembuh?

Harim segera menutup pintu balkonnya saat sadar bahwa Jin pasti sudah menunggunya. Ia segera mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk pergi ke tempat yang sudah mereka janjikan. Namun saat ia sampai di depan apartemen, ia melihat ada kerumunan orang disana. Harim yang penasaran segera berjalan mendekat dan menerobos kerumunan itu. Matanya terbelalak tak percaya ketika melihat apa yang ada di tengah kerumunan itu. Min Yoon Gi berlumuran darah tak sadarkan diri disana.

***

[Fanfiction] Bad Girl Good Girl || Part 2

Title       : Bad Girl Good Girl

Cast       :

  • Jung Minhwa
  • Kim Taehyung
  • Kim Seokjin
  • Min Yoon Gi
  • Park Jimin
  • Jung Hoseok
  • And other cast ^^

 

Happy reading~

 

Hoseok menerobos masuk kamar Minhwa tanpa mengetuk pintu, membuat Minhwa yang sedang menonton film teralih perhatiannya dari TV yang ada di kamarnya.

“Kenapa oppa masuk tanpa mengetuk pintu?” protes Minhwa.

Hoseok tidak menjawab pertanyaan Minhwa. Ia terdiam sejenak menatap Minhwa, lalu melepar buku tabungan ke hadapan Minhwa. Gadis itu hanya dapat menatap Hoseok bingung.

“Dari mana kau dapatkan uang sebanyak itu?” tanya Hoseok dengan nada yang dingin.

“Yaa.. dari sana-sini..” jawab Minhwa setengah bercanda tetapi Hoseok tidak berfikir begitu.

“Kau pikir aku sedang bercanda?”

Ujaran kakaknya membuat Minhwa mendesah pelan. “Apa aku tidak boleh memiliki uang banyak?” tanyanya sambil mematikan televisinya.

“Kau dapat dari mana uang itu?” tanya Hoseok yang tak bergeming dari pertanyaan awalnya.

“Itu..”

“Cepat katakan..” paksa Hoseok.

Minhwa mengedikkan bahunya. “Dari sana-sini. Banyak mantanku yang mengirimiku uang. Ada juga beberapa klien kita yang mengirim uang sebagai tanda terima kasih. Aku.. mendapatkannya dari sana-sini..” jelas Minhwa.

“Kau pikir itu masuk akal?”

Minhwa menganggukkan kepalanya mantap. “Tentu saja. Bahkan jika aku mau menelpon Taehyung sekarang dan mengatakan kalau kakakku mengalami kesulitan dana untuk menjalankan bisnisnya, ia akan langsung memberiku 600 juta won dengan cuma-cuma..”

Hoseok menghela nafas berat. “Kau pikir semua selesai dengan uang?”

Minhwa kembali menganggukkan kepalanya. “Tentu. Bukankah uang dibayar dengan uang?”

Hoseok melipat tangannya ke depan dada. “Apa kau pikir aku menerima tawaran Kim Seok Jin karena uang?”

“Lalu apa lagi? Bukankah kita hidup seperti ini juga karena uang? Menghancurkan hubungan seseorang, mempersatukan seseorang dengan orang yang sebenarnya bukan jodohnya, bermain dengan cinta yang sebenarnya merupakan takdir Tuhan, bukankah itu semua karena uang?” tanya Minhwa dengan nada yang sedikit tinggi, membuat kakaknya mendesah untuk yang kesekian kalinya, mencoba menahan amarahnya.

“Jin tau semuanya. Ia tau semua mengenai bisnis kita. Ia akan melaporkan kita ke polisi jika kita tidak mau menerima tawarannya.”

“Ia tidak memiliki bukti yang kuat untuk menuntut kita..”

Hoseok menggelengkan kepalanya. “Orang tua Kim Taehyung adalah rekan bisnis ayah Jin. Ia sudah tau apa yang kita lakukan pada Taehyung. Ia akan menuntut kita dengan pasal berlapis atas kebohongan yang direncanakan dan penipuan kita jika kita tidak melakukan apa yang ia mau..” jelas Hoseok yang membuat Minhwa mendecak pelan.

“Beraninya ia mengancam. Memang berapa yang ia tawarkan?” tanya Minhwa.

“2 M. 1 M tlah masuk ke rekeningku, beberapa menit yang lalu.” Jawab Hoseok yang membuat Minhwa mengerutkan keningnya.

“Apa dia gila?”

Hoseok menganggukkan kepalanya. “Ya.. dia gila karena satu wanita.. Cinta pertamanya..”

“Song Hyo Sun..”

Desisan Minhwa itu terdengar di telinga kakaknya, membuat Hoseok sedikit memiringkan kepalanya. “Kau tau dia?”

Minhwa menganggukkan kepalanya. “Aku tau semuanya. Hyosun.. satu-satunya teman yang aku miliki.”

“Jadi.. Jin jatuh cinta dengan temanmu?” tanya Hoseok mencoba memastikan.

“Molla.. Aku benar-benar tidak mau melakukan proyek ini.. Jika oppa ingin melakukannya maka lakukan sendiri..” kata Minhwa sambil berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur.

“Minhwa..” panggil Hoseok yang mengikuti Minhwa keluar.

“Aku menolaknya. Oppa lakukan sendiri saja.. jangan ikutkan aku..” ucapnya saat menuangkan air putih ke gelasnya.

“Minhwa-ya..” Hoseok mencoba untuk mencairkan kekeraskepalaan adiknya.

“Apa ia tau mengenai aku?! Kenapa ia melakukan ini semua?! Apa ia ingin melakukan balas dendam karena aku telah menyakiti Taehyung?!” kesal Minhwa sehabis meneguk segelas penuh air putihnya.

“Ini semua tidak ada hubungannya denganmu, Minhwa. Aku sudah memastikannya, dan ia tidak mengenalmu. Ia hanya sebatas tau hingga orang yang memberi kita proyek untuk memisahkan Taehyung dengan Jiyoung, tidak ada sangkut pautnya denganmu dan kita. Sepertinya ia menyewa mata-mata pada Taehyung selama ini..”

Penjelasan Hoseok membuat Minhwa menoleh menatap kakaknya. “Jadi.. Dia tau semuanya?” tanyanya ragu.

Hoseok mengangguk. “Ya. Semuanya, tetapi tidak dengan tim dan rencana kita. Kau tau semua yang kita kerjakan sangatlah halus..”

Minhwa mendesah pelan. “Lalu apa yang akan oppa lakukan?”

“Aku akan melakukan apa yang kau ingin lakukan. Jimin mengatakan padaku untuk mendengarkanmu kali ini, karena ia sangat mengkhawatirkanmu.”

Jawaban kakaknya membuat ia menggigit bibir bawahnya. Keputusan kini ada di tangannya, antara ia akan melakukan atau tidak.

“Pikirkan ini matang-matang, Min.. Jangan egois memikirkan dirimu sendiri.. Pikirkan juga Jimin, Yoon Gi hyung, ibu, dan aku.. Tuntutan itu akan menyita seluruh waktu dan uang kita, menjadikan kita tersangka hingga akhirnya kita membusuk di penjara.. Lebih baik kau pikirkan betul-betul keputusanmu..” kata Hoseok sebelum berjalan meninggalkan Minhwa sendiri di dapur.

Minhwa terdiam sejenak, terlihat seperti berfikir. Ia selalu saja tidak bisa menolak jika hal itu berhubungan dengan keluarganya terutama ibu. Ia tak masalah dengan penjara dan sebagainya, namun ibunya dalam keadaan bahaya karena tak ada yang bisa menjaganya selain Minhwa.

“Oppa! Bisakah aku lihat semua dokumen tentangnya??”

Permintaan Minhwa menghentikan langkah Hoseok yang hampir sampai di ruang keluarga. Hoseok menolehkan kepalanya dan tersenyum penuh kemenangan. Ia membentuk simbol OK dengan tangan kanannya sebelum pergi untuk mengambil dokumen-dokumen yang diminta Minhwa.

***

“..Song Hyo Sun, 20 tahun, seorang waitress di salah satu kafe besar di daerah Gangnam. Ia dulu adalah pacar Jin sewaktu SMA dan..”

“Aku tau! Aku sudah membacanya tadi! Mengapa kau menjelaskannya lagi?! Kau pikir aku bodoh?!” omel Minhwa pada Jimin saat ia membaca data mengenai Song Hyo Sun.

“Kenapa kau tiba-tiba emosian seperti ini? Kau membuatku takut..” ujar Jimin sambil sedikit menjauhkan posisi duduknya dari Minhwa.

“Jelaskan yang satunya..” suruhnya.

Jimin segera mengambil kertas yang lain. “..Jeon Jungkook, 18 tahun, siswa Seoul of Performing Arts. Dia pacar Hyosun sekarang..”

Minhwa menganggukkan kepalanya. “Jadi Jungkook lebih muda..”

“Dia adik Kim Seok Jin..” ucap Jimin saat meneruskan bacaannya, membuat Minhwa menatap Jimin aneh.

“Adik? Bukankah Seok Jin dibesarkan di panti asuhan?”

Jimin menganga mendengar pertanyaan Minhwa. “Bagaimana kau tau bahwa sebenarnya Jin bukan anak kandung Presdir Kim?”

Minhwa mengibas-kibaskan tangannya. “Tidak udah banyak tanya.. jawab saja..” suruhnya.

“Presdir Kim mengangkat Jin saat ia lulus SMA. Beliau yang mengkuliahkan Jin dan membuat Jin sesukses sekarang..” ujarnya dengan nada kesal.

“Lalu Jeon?”

“Dia anak tiri dari pernikahan lama istrinya. Presdir Kim tidak memiliki anak kandung..” jawab Jimin yang membuat evil-smile Minhwa terlukis di wajahnya.

“Jadi ini perang antara anak angkat dan anak tiri hanya untuk gadis penjaga kafe? Konyol sekali..” kata Minhwa sambil terkekeh mengetahui kenyataan yang ada.

“Itu tak sekonyol yang kau pikirkan.. Presdir Kim sangat tidak menyukai yeoja itu..” ujar Jimin mencoba memperingatkan Minhwa, membuat senyuman Minhwa memudar seketika.

“Kenapa kau jadi mengurusi yeoja itu? Aku hanya harus membuat Hyosun menjadi milik Jin kan? Aku tak memiliki urusan apapun dengan Presdir Kim..” timpal Minhwa sambil mendecak kesal.

“Lalu kau akan melakukan apa?” tanya Jimin sambil merapikan kertas-kertas yang berserakan di meja.

“Pertama buat aku dekat dengan Jungkook. Lalu buat situasi sulit untuk Hyosun hingga Jin yang selalu ada disisinya. Aku akan menahan Jungkook..” jawab Minhwa yang membuat Jimin menatapnya kagum.

“Yaa.. kau ini benar-benar penjahat cinta.. memisahkan orang berpacaran demi kontrak 2 milyar..” ledek Jimin yang hanya ditanggapi Minhwa dengan sebuah kedikan bahu.

“Aku sudah pernah memisahkan orang yang sudah menikah.. jadi ini hanya perkara kecil bagiku..” timpal Minhwa sambil tersenyum penuh kemenangan.

“Apa kalian sudah selesai diskusinya?” tanya Hoseok yang menghampiri Minhwa dan Jimin di sofa ruang keluarga.

“Yaa.. hanya tinggal mengurus beberapa hal kecil..” jawab Minhwa sambil membantu Jimin merapikan kertas-kertas disana.

“Oppa, kau bisa membuat aku dekat dengan Presdir Kim, bukan?” tanya Minhwa saat merapikan kertas-kertas itu.

Hoseok mengelus rambut adiknya penuh kasih sayang. “Tentu saja. Apapun untuk melancarkan aksimu, Jung Min Hwa..”

***

Pagi hari yang begitu cerah membuat Minhwa begitu bersemangat untuk memulai aksinya hari ini. Ia sudah menyiapkan semuanya semalam dan ia sudah bersiap untuk menjalankan rencana kejamnya.

“Kau sudah mau berangkat?” tanya Hoseok yang sedang merapikan meja makan saat melihat Minhwa keluar dari kamarnya sudah berpakaian rapi.

“Yaa.. tapi oppa, apa bisa aku minta satu hal?” tanya Minhwa saat berjalan menuju meja makan.

“Apa itu?”

Minhwa menarik salah satu kursi disana. “Aku ingin rencana kita jalan diam-diam. Aku tak ingin Seokjin mencampuri urusan kita. Laporkan saja hal-hal yang harus Jin lakukan, dia tak perlu tau akulah dalang dibalik semua ini..” kata Minhwa saat duduk.

Hoseok menganggukkan kepalanya. “Oppa tau.. mana mungkin oppa membunuh adik sendiri..” ujarnya sambil mengacak-acak rambut adiknya, membuat Minhwa mengerucutkan bibirnya.

“Kau sudah mau berangkat?” tanya Jimin saat ia turun dari tangga dan melihat Minhwa telah duduk manis di meja makan dengan pakaian yang begitu rapi.

“Menurutmu jika aku berpakaian seperti ini aku mau tidur?” protes Minhwa saat Jimin berjalan menghampirinya.

“Kau benar-benar menyebalkan akhir-akhir ini..” celetuk Jimin saat duduk di seberang tempat duduk Minhwa.

“Lalu kenapa kau masih menggunakan kaos singlet seperti itu, ha?” omel Minhwa melihat Jimin yang masih dalam keadaan setengah sadar dari tidur panjangnya.

“Aku? Memangnya kenapa?” bingung Jimin sambil melihat pakaian yang ia kenakan.

“Kau harus mengawasiku, bodoh!” seru Minhwa yang membuat Jimin menganga tak percaya karena ia dipanggil bodoh.

“Aku?”

Yoon Gi yang baru saja bergabung langsung ikut ambil suara dalam perdebatan kedua hoobaenya. “Siapa lagi? Kau ingin aku yang melakukannya?”

Ucapan Yoon Gi membuat mulut Jimin menganga lebih lebar karena tak percaya dengan apa yang ia dengar sekarang. “Hahh.. aku benar-benar kesal sekarang.. Arrrggghh!!!” teriak Jimin yang kehilangan akal sehatnya di pagi hari.

“Cepatlah siap-siap setelah makan..” ujar Hoseok yang membuat Jimin diam. Jimin mengerucutkan bibirnya.

“Arrasseo..” ucapnya sebelum mulai menyantap sandwichnya.

***

 

[Fanfiction] Bad Girl Good Girl || Part 1

Title       : Bad Girl Good Girl

Cast       :

  • Jung Minhwa
  • Kim Taehyung
  • Kim Seokjin
  • Min Yoon Gi
  • Park Jimin
  • Jung Hoseok
  • And other cast ^^

 

Happy Reading~

 

Siapa bilang menjadi orang kaya dan terkenal itu menyenangkan? Siapa bilang orang populer itu hidup nyaman? Kim Seokjin, laki-laki berumur 23 tahun itu yang sudah menjalani kehidupan bergelimang harta dan kepopuleran selama ini. Sosok model, aktor, dan penyanyi Korea yang berbakat, putra dari CEO perusahaan Byunghan yang berkonsentrasi dalam bidang pertambangan. Dirinya begitu sempurna. Kekayaan, kepopuleran, paras yang tampan, dan kepintarannya membuat tak ada orang Korea yang tak mengenalnya. Dan kesempurnaan itu tak ada yang bisa membuat orang lain menolaknya, kecuali sosok Song Hyo Sun, adik kelasnya saat SMA dulu yang sekarang menjadi pacar adik tirinya, Jeon Jung Kook. Ia tak habis pikir Hyosun bisa menolaknya, tetapi ia menerima cinta Jungkook. Apa ini masuk akal?

***

“Dasar laki-laki kurang ajar!!”

Seisi cafe menoleh mendengar umpatan gadis berambut pirang yang berdiri di tengah-tengah ruangan. Park Jiyoung, gadis itu tanpa ragu meraih gelas yang masih penuh dengan jus jeruk dan mengguyur laki-laki pemilik minuman. Orang-orang yang ada di cafe itu terkejut, begitu pula dengan Kim Taehyung, laki-laki yang di guyur dan perempuan yang duduk di hadapannya.

Secepat kilat gadis yang duduk di hadapan Taehyung mengelap air yang ada di wajah tampannya. Pemandangan itu tentu saja membuat Park Jiyoung semakin muak dan mengguyur perempuan itu juga dengan segelas air putih yang ada disana. Mendapati wajahnya yang sekarang basah, gadis itu hanya diam di tempatnya. Pengunjung cafe begitu terkesan dengan drama nyata yang mereka lihat langsung, di depan mata kepala mereka sendiri.

Keheningan bertahan beberapa detik, hingga akhirnya sebuah kalimat penutup membuat guratan senyum samar di wajah perempuan itu.

“Mulai sekarang kita bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah selesai, Kim Taehyung. Aku membencimu..”

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Park Jiyoung langsung berlari pergi meninggalkan Taehyung dan perempuan tadi. Taehyung beralih menatap perempuan yang ada di hadapannya.

“Kau memang jahat, Kim Taehyung. Nappeun namja..” tegas perempuan itu yang membuat hati Taehyung remuk seketika. Ia segera berdiri dan merapikan bajunya yang basah karena siraman air tadi, lalu ia mengeluarkan dompet, mengambil beberapa lembar uang dan meletakkannya di atas meja yang berantakan itu.

“Aku berharap kau menyesali perbuatanmu. Aku tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi padaku hari ini..”

Itulah kalimat terakhir yang Taehyung dengar dari perempuan itu sebelum ia melenggang keluar dari cafe. Taehyung menghela nafas berat. Bagaimana bisa ia ditinggalkan begitu saja?

Suara bisik-bisik gaduh mulai terdengar dalam cafe. Tak tahan melihat orang-orang disekitarnya mulai bergosip ria, ia segera mengeluarkan ponselnya.

“Jemput aku di Purple cafe..”

***

Jung Minhwa sedang mengeringkan rambutnya yang basah ketika Park Jimin, orang yang tinggal satu rumah dengannya masuk ke kamarnya.

“Kau kena guyur lagi?” tanya laki-laki mungil yang berbadan atletis itu. Jung Minhwa yang melihat pantulan bayangan Jimin dari cermin hanya mendesah pelan.

“Tak bisakah kau mengetuk pintu dulu sebelum masuk?”

Ucapan Minhwa membuat Jimin kembali berjalan keluar lalu mengetuk pintu dan kembali masuk ke kamar Minhwa. Minhwa mendecak pelan sambil mematikan hairdryer-nya, dalam hati ia mendumel karena kebodohan dan kepolosan sosok Park Jimin.

“Aku sudah mengetuknya. Kau kena guyur lagi?” tanya laki-laki itu saat berjalan ke arah Minhwa. Minhwa yang sedang menyisir rambutnya hanya menjawab dengan gumaman.

Park Jimin terkekeh pelan melihat Mihwa yang sepertinya dalam keadaan yang tidak baik.

“Kau masih bisa tertawa?”

Jimin yang kini tak bisa menahan tawanya melihat Minhwa marah langsung tertawa terbahak-bahak hingga air mata keluar dari ujung matanya. Tiba-tiba tawa suara tawa Jimin hilang saat seorang namja berkulit putih susu memukul kepalanya dari belakang, membuat Jimin langsung diam dan berjalan mundur sambil mengelus kepalanya.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya laki-laki itu sambil membantu Minhwa mengikat rambutnya saat Minhwa mengulurkan ikat rambut padanya.

Minhwa tersenyum simpul. “Aku rasa aku beruntung karena hanya diguyur air. Walau sebenarnya begitu memalukan diguyur air oleh perempuan seperti dia, tetapi aku merasa puas. Setidaknya ia tidak menamparku..” jawab perempuan itu sambil membenarkan poninya.

“Jika aku menjadi kau, aku akan mengguyur balik perempuan itu..” ujar Jimin sambil mempraktikan caranya mengguyur perempuan itu.

Minhwa terkekeh pelan melihat tingkah Jimin. “Itu akan membuat imageku buruk dimata Taehyung.. Aku tidak bisa melakukan itu..” timpal Minhwa disela kekehannya.

Suasana mendadak hening ketika layar ponsel Minhwa berkedip-kedip. Ia menghela nafas pelan saat melihat nama Taetae terpampang disana.

“Aku rasa Taehyung benar-benar kau buat gila..”

Minhwa terkekeh pelan mendengar ujaran laki-laki yang mengikat rambutnya. “Apa aku harus mengangkatnya?” tanya Minhwa pada laki-laki itu.

“Biarkan aku yang mengangkatnya!” seru Jimin sambil mengangkat tangan kanannya. Minhwa langsung meraih ponselnya dan memengulurkannya pada Jimin. Jimin menyambut handphone itu dengan senyum khasnya. Minhwa terkekeh melihat Jimin yang terlihat begitu senang saat mau membodohi Kim Taehyung.

Jimin segera mengangkat telepon itu, lalu mengeraskannya.

“Minhwa-ya..”

“Apa lagi yang kau inginkan?!! Kau tau betapa beratnya bagiku untuk melepasnya? Dan apa yang kau lakukan? Apa yang kau lakukan padanya?!!” seru Jimin dengan nada tinggi. Minhwa dan laki-laki yang berdiri di sebelahnya hanya terdiam melihat drama yang coba Jimin buat.

“Jimin-ssi??”

“Orang sepertimu memang tak bisa dipercaya. Mulai sekarang jangan pernah sekalipun mendekatinya atau kau akan habis di tanganku..” ancam Jimin yang membuat Minhwa terpaksa menahan tawanya.

“Dimana Minhwa sekarang? Aku harus bicara dengannya.. Ini semua salah paham..”

“Salah paham? Kau pikir ia bisa percaya dengan kata-katamu? Mulai sekarang jangan pernah menghubungi Minhwa lagi.. Apapun bentuknya.. Jangan pernah hubungi dia atau kau habis di tanganku..” ujarnya langsung menekan tombol merah disana.

“Aku sudah mengurusnya..” ucap Jimin sambil mengangkat handphone itu.

Minhwa menganggukkan kepalanya. “Kau lumayan juga dalam berakting,” katanya sedikit memuji, membuat Jimin besar kepala.

“Kalian semua disini?”

Pertanyaan itu membuat Minhwa, Jimin, dan Yoon Gi, laki-laki yang berdiri di samping Minhwa menoleh ke arah sumber suara. Jung Hoseok, lelaki berambut coklat itu berjalan ke arah Minhwa.

“Aku punya proyek baru untuk kalian,” ucapnya sambil menyerahkan majalah pada Minhwa.

“Kim Seok Jin??!” seru Minhwa saat melihat model yang tertera pada sampul majalah tersebut.

“Apa maksudmu, hyung? Ini proyek baru kita? Bagaimana dengan Jiyoung dan Taehyung?” tanya Jimin yang juga dilanda kebingungan sama dengan Minhwa.

“Lupakan saja mereka.. Ini proyek yang lebih besar dan menguntungkan untuk kita..” jawab Hoseok sambil duduk di kasur Minhwa.

“Aku menolak..” ucap Minhwa tiba-tiba, membuat ketiga laki-laki yang ada disana menoleh ke arahnya.

“Eiihh.. aku belum bacakan misi kita.. Bagaimana kau bisa menolak sebelum tau apa yang akan kita lakukan?” protes Hoseok.

“Aku tidak mau melakukannya. Aku menolaknya. Sudah berapa kali aku katakan, kita tidak akan terlibat kontrak apapun dengan artis. Apapun itu. Tidak akan pernah.” Tegas Minhwa yang membuat Hoseok harus menghela nafas panjang sebelum menjelaskan.

“Apa kau tidak kasihan dengan oppamu? Oppamu ini mati-matian menghidupimu dan kedua penumpang ini.. Kau ingin oppa mati terlilit hutang?”

Minhwa mendengus kesal. “Sebanyak itukah hutang oppa hingga oppa harus mati karenanya?”

Hoseok memanyunkan bibirnya. “Jika iya, apa kau mau membiarkan oppa mati begitu saja?” tanya Hoseok dengan nada setengah mengancam.

“Aku rasa lebih baik jika oppa mati saja..” jawab Minhwa sambil beranjak pergi dari ruangan itu.

“Y..Yak! Minhwa!” seru Jimin yang terkejut mendengar jawaban Minhwa.

“Kalau begitu aku akan mati!!” seru Hoseok kesal. Minhwa yang mendengar itu hanya melambaikan tangan kanannya, tanda ia tidak mau ikut campur urusan kakaknya.

***

Hembusan lembut angin sore Seoul menemani gadis yang duduk di balkon lantai dua rumahnya membaca buku sambil mendengarkan musik kesukaannya. Itu memang menjadi kebiasaannya saat waktu luang jika ia berada di rumah pada sore hari yang cerah. Tidak seperti perempuan lain yang memilih untuk menghabiskan waktu untuk bercanda dengan teman-teman atau berjalan-jalan di mall, Minhwa lebih senang menghabiskan waktunya untuk memperkaya dirinya sendiri dengan berbagai pengetahuan yang ia dapat dari buku-buku yang ia baca.

“Apa kau marah karena oppamu?”

Pertanyaan itu malah membuat Minhwa semakin berkonsentrasi pada bukunya hingga keningnya berkerut, pura-pura tak mendengar apapun.

“Apa kau benar-benar tidak mau karena dia artis?”

Minhwa hanya membalik lembaran buku tersebut saat mendengar pertanyaan itu, masih tidak mau menggubris laki-laki yang sekarang sudah duduk di sampingnya.

“Apa kau marah pada oppamu?”

Kali ini Minhwa yang sudah tidak tahan pada keberisikan laki-laki itu langsung menutup bukunya. “Apa kau memang suka ikut campur urusan orang lain?” tanya Minhwa ketus.

Laki-laki itu menelan ludahnya. “Bukan begitu.. tetapi.. dia melakukan ini juga demi kebaikanmu.. Kau tau berapa hutang kakakmu? Hampir 600 juta won. Kau bisa membayangkannya? Apa kau tega menjual kakakmu seharga 600 juta won?” tanya laki-laki itu.

Minhwa meraih cangkir yang berisi kopi di meja yang terletak di samping kanannya. “Ternyata lebih 100 juta won dari perkiraanku..” ucap Minhwa yang kemudian menyesap kopinya.

Laki-laki itu menganga tak percaya. “Kau.. Kau memberi label harga pada kakakmu? Kakakmu sendiri??!”

Minhwa menganggukkan kepalanya. “Dia lebih mahal dari yang kukira,” jawabnya sambil meletakkan kembali kopinya.

Laki-laki itu mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarah. “Apa kau benar-benar menjadi bad girl sekarang?”

Minhwa terkekeh pelan, lalu merawang jauh menatap langit. “Ck. Bahkan patnerku sendiri kini mengataiku seorang bad girl. Apa kau tidak satu kapal lagi denganku sekarang?” tanya Minhwa mencoba menahan amarahnya.

Laki-laki itu menghela nafasnya pelan, mencoba untuk tidak terbawa emosinya. “Bukan begitu.. Tapi.. Oppamu sudah berusaha keras untuk kita semua.. Kini ia di kejar-kejar hutang.. Dan hanya proyek Kim Seok Jin-lah yang dapat menutupi hutangnya..”

Minhwa mengeluarkan buku tabungan dari saku jaketnya, lalu menyerahkannya pada Jimin, laki-laki yang duduk disampingnya. “Ada 500 juta won disana, akan aku cari 100 juta won lagi, jadi jangan terima proyek itu..” ucapnya sebelum meninggalkan Jimin dan uang tabungannya.

[Fanfiction] I’m Not Her (Not Me!!) ||Chaptered||Part 2

Sugaaaa

Title: I’m Not Her (Not Me!!!)
Author: Ace Min
Cast:
• Yoon Harim (OC)
• Kim Tae Hyung/ V (BTS)
• Park Ji Min/Jimin (BTS)
• Jeon Jung Kook/Jungkook (BTS)
• Min Yoon Gi/Suga (BTS)
• Kim Seok Jin/ Jin (BTS)
• Jung Haneul (OC)
• And other cast
Genre: Romance
Rating: T
Length: Chaptered

Jika reinkarnasi itu benar-benar ada, dosa apa yang aku perbuat hingga akhirnya sekarang aku mengalami kehidupan yang begitu sulit? -Yoon Gi.

Part 2
Kedatangan Taehyung benar-benar membuat Harim bengah, hingga akhirnya kini Harim dapat bernafas lega saat berdiri di depan pintu lift. Lega? Sepertinya kelegaan itu hanya perasaan sesaat jika ia ingat ia telah membuat kesalahan baru, yaitu membiarkan laki-laki yang tidak kenal membantunya melarikan diri dari Taehyung. Ia mendesah berat saat menyadarinya.

Ia menatap laki-laki yang membantunya dengan seksama. Laki-laki yang duduk di kursi rodanya itu memiliki kulit yang sangat putih, bahkan bisa dikatakan lebih putih dari dirinya. Mungkin karena ia jarang keluar, batin Harim. Sweater cream dan syal merahnya membuat Harim berfikir laki-laki ini pasti akan keluar. Ditambah dengan selimut tebal yang menutupi kaki laki-laki itu membuat Harim semakin yakin dengan dugaannya.

Denting suara lift berbunyi, membuat Harim segera masuk seraya mendorong masuk kursi roda Yoon Gi. Tidak ada siapapun di lift malam itu, hanya ia dan laki-laki yang tak dikenalnya. Sesegera mungkin ia menekan angka satu pada tombol yang berada di dekat pintu lift, lalu menekan tombol untuk menutup pintu lift.

Suasana mendadak terasa begitu canggung saat pintu lift mulai tertutup. Kesunyian menyelimuti mereka berdua. Harim mengutuk dirinya sendiri karena tidak berfikir panjang dan membuat ia harus berurusan dengan orang asing lagi untuk yang kesekian kalinya.

Harim berdeham pelan, mencoba memecah keheningan disana. “Jangan salah paham, aku melakukan ini hanya untuk menghindari namja tadi..” ujar si perempuan pemilik berambut panjang bergelombang berwarna hitam kecoklatan. Laki-laki yang mendengar ucapannya malah tersenyum, membuat Harim mengernyitkan dahinya.

“Kenapa kau tersenyum seperti itu? Kau terlihat begitu menakutkan..”
Yoon Gi terkekeh pelan mendengar protes Harim.

“Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?” tanya Harim yang mulai kesal dengan sikap Yoon Gi yang seakan mengejeknya. Ia langsung berhenti terkekeh saat mendengar ucapan Harim tadi. Ia berdeham sebentar, mencoba mencairkan suasana yang mendadak menjadi begitu tegang.

“Aku rasa kau begitu tidak menyukai namja itu,” ucap Yoon Gi tiba-tiba yang membuat Harim mendengus kesal.

“Apa tuan sangat suka sekali ikut campur urusan orang lain? Urus saja diri tuan sendiri..” timpal Harim dengan bahasa formal. Ia memang tidak suka ada orang yang ikut campur urusannya. Yoon Gi yang mendengarnya hanya tersenyum tak percaya.

“Apa kau tidak bisa mengucapkan kata ‘maaf’ dan ‘terimakasih’?” tanya Yoon Gi yang membuat yeoja itu terhenyak. Harim menghela nafas tak percaya.

“Kenapa aku harus minta maaf? Untuk apa aku harus berterimakasih?” protesnya.

“Kau harus minta maaf karena kau memperlakukanku seperti ini tanpa ijin dan berterimakasih karena aku bersedia membantumu.” jawab Yoon Gi enteng yang membuat Harim menganga tak percaya.

“Whoaa.. daebak! Bagaimana orang sepertimu mengajariku mengucapkan kata terimakasih dan maaf? Tuan, aku rasa kau akan menyesal mengatakan itu padaku saat kau tau siapa aku..” ucap Harim dengan nada mengancam.

Yoon Gi terkekeh mendengarnya. “Kau benar-benar mirip dengan seseorang yang aku kenal. Apa bisa kita tidak bertengkar dengan keadaan seperti ini?”

Harim mendecak kesal. Ia merasa menyesal menggunakan laki-laki itu untuk membantunya lepas dari Taehyung. Ia merasa lebih baik ia tadi menghadapi Taehyung daripada menghindarinya dan ribut dengan namja yang kini bersamanya. Kini rasa sesak memenuhi dadanya. Ingin sekali ia menghajar laki-laki itu, namun suara dentingan pintu lift membuat Harim mengurungkan niatnya. Ia segera keluar dari lift seraya mendorong kursi roda Yoon Gi menuju lobi dekat dengan pintu utama.

“Berhenti!” ucap Yoon Gi tiba-tiba yang membuat Harim menghentikan langkahnya. Yoon Gi menoleh ke yeoja yang berdiri di belakang kursi rodanya itu. “Aku bisa pergi sendiri. Kau bisa pergi sekarang..” lanjutnya dengan nada datarnya. Ia melihat disekelilingnya yang mulai sepi karena hari telah larut, namun melihat ada beberapa orang yang masih berjaga di lobi dan luar apartemen membuat Harim berfikir tak apa jika ia menuruti kata laki-laki itu.

“Baiklah jika itu maumu.” Ujar Harim sambil melepas tangannya dari kursi roda Yoon Gi. “Aku pergi dulu..” lanjutnya sambil berjalan melewati Yoon Gi.

“Chamkaman!!” seru Yoon Gi yang membuat Harim menghentikan langkahnya. “Apa kau benar-benar tidak mau meminta maaf? Setidaknya minta maaflah karena kau telah mengubah-ubah namaku! Suga?? Nama apa seperti itu?” protes Yoon Gi sambil menjalankan kursi rodanya menghampiri yeoja itu.

Harim mendecak pelan, kemudian membalikkan badannya hingga kini mereka saling berhadapan. “Kenapa aku harus minta maaf karena nama itu? Bukankah Suga nama yang bagus? Suga itu berarti gula, manis. Apa aku harus meminta maaf karena aku memanggilmu manis?” kesal Harim langsung berlalu meninggalkan Yoon Gi.

Yoon Gi hanya bisa menyunggingkan senyumnya melihat punggung yeoja yang kini menjauhinya. Ia menatap kedua kakinya yang ada di atas kursi roda.

“Setidaknya kau meminta maaf karena aku sudah tidak memiliki ibu..” lirihnya.

***

“Astaga!! Yoon!! Ada apa denganmu?!!” seru Haneul saat melihat Yoon Gi yang sedang mencoba merangkak menuju kursi rodanya. Ia segera membantu Yoon Gi untuk berdiri dan memapahnya menuju kursi roda.

“Bagaimana bisa kau tidak berada di kursi rodamu?!” seru Haneul dengan nada yang meninggi. Yoon Gi yang mendengar pertanyaan Haneul yang begitu khawatir padanya hanya mengulas senyuman khas yang ia miliki. Haneul mengernyitkan dahinya, bingung dengan senyuman Yoon Gi yang sudah kembali.

“Yoon..”

Yoon Gi yang melihat Haneul semakin kebingungan langsung meraih kedua tangan Haneul dan menggenggamnya penuh kelembutan. “Pasti sangat lelah bukan bagimu untuk merawatku? Maafkan aku, Haneul-ya..”

Mendengar ucapan Yoon Gi membuat Haneul membeku seketika. Ia tidak bisa mengatakan apapun mengenai perasaannya sekarang ini. Ia merasa begitu bahagia melihat Yoon Gi mengatakan hal yang diluar dugaannya. Ia merasa kini Yoon Gi tlah kembali. Melihat Yoon Gi yang sangat bekerja keras untuk memulihkan keadaannya hingga kini ia mampu tersenyum di hadapannya membuat mata yeoja itu terasa begitu panas. Tak terasa bulir bening mulai jatuh dari mata indahnya. Haneul langsung memeluk namja itu dan terisak dipelukannya.

Yoon Gi yang merasakan badan Haneul bergetar begitu hebat membalas pelukannya. Ia menepuk-nepuk punggung yeoja itu perlahan. “Terimakasih kau masih disisiku, meski berkali-kali aku menyuruhmu menjauh dariku, terimakasih karena kau tidak pergi. Terimakasih.. karena kau mau menunggu hingga aku menjadi seperti ini sekarang. Aku akan berusaha lebih keras lagi untuk kembali menjadi Yoon Gi yang dulu..”

Haneul menganggukkan kepalanya pelan. Ia masih belum bisa menyusun kata-kata yang ada dalam otaknya. Ia masih belum bisa mengekspresikan luapan rasa dalam hatinya. Suatu senyuman kecil yang membuat hatinya begitu bahagia. Haneul menatap langit-langit kamar Yoon Gi dengan guratan senyum penuh rasa terimakasih.
Minhwa, senyuman manis itu kini tlah kembali..
***
Harim keluar dari kamarnya saat ia melihat sosok perempuan masuk ke apartemen Yoon Gi. Ia memiringkan kepalanya, seperti merasa pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Tetapi karena ia tidak bisa mengingatnya, ia mencoba melupakan masalah itu dan segera berjalan menuju lift. Ia ada janji sarapan dengan kakaknya hari ini.

Ya. Merupakan sebuah tradisi di keluarga Harim untuk sarapan bersama setiap weekend. Namun hari ayah dan ibunya tidak bisa datang, sehingga ia hanya akan makan berdua dengan Jin, saudara tirinya.

Kakinya mulai melangkah masuk ke dalam restoran bergaya Eropa yang terletak di seberang gedung apartemennya. Bau beef steak yang merupakan salah satu makanan favoritnya seakan menyambut kedatangannya, membuat ia harus memegangi perutnya yang mulai berteriak karena kelaparan. Suasana disana juga masih cukup sepi, karena restoran biasanya baru buka pukul delapan. Hanya ada beberapa bangku yang sudah terisi oleh pelanggan karena saat ini baru lima belas menit berlalu dari jam dimana restoran biasanya buka. Restoran itu tlah lama menjadi restoran langganan keluarganya hingga ia hafal betul menu apa saja yang ada di restoran itu. Pemilik restoran yang merupakan rekan bisnis ayahnya membuat Harim tidak merasa canggung untuk sering-sering datang ke restoran yang menyediakan berbagai menu masakan Eropa disana.

Terlihat sosok laki-laki berkemeja putih dengan setelan jas abu-abu yang ia letakkan di punggung kursinya tengah sibuk dengan ponsel yang ia genggam. Perlahan Harim berjalan menghampiri laki-laki yang duduk di meja paling ujung ruangan tersebut. Meja itu merupakan meja favorit Harim setiap di restoran. Letaknya yang cukup jauh dari pintu masuk membuat orang jarang berlalu lalang disana. Kolam ikan yang terletak dibalik dinding kaca yang ada disana dan suara gemericik air yang dihasilkan dari pancuran membuat suasana terasa begitu damai dan tenang, ditambah lagi dengan alunan musik jazz yang menemani para pelanggan menikmati hidangan yang disediakan. Jin, laki-laki itu melambaikan tangannya saat melihat Harim tlah berjalan kearahnya.

“Apa oppa sudah lama disini?” tanya Harim saat duduk di hadapan Jin.

“Lumayan..” jawabnya sambil meletakkan ponselnya ke meja. “Apa ayahmu sudah memberitahu kalau ia tidak bisa datang sarapan bersama pagi ini?”

Harim menganggukkan kepalanya. “Mereka sedang dalam perjalanan bisnis ke Jepang. Aku berharap mereka cepat pulang..”

Jin mengerutkan dahinya. “Kenapa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Jin khawatir. Tak biasanya Harim mengharapkan keberadaan orang tuanya kecuali karena satu hal, ada masalah yang tidak bisa ia selesaikan sendiri.

“Oppa, apa kau kenal orang yang tinggal di samping apartemenku?” Tanya Harim tiba-tiba. Jin mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan Harim. Sebelum apartemen itu ditempati Harim, Jin memang sudah tinggal disana hampir dua tahun. Ia pindah sekitar tiga sampai empat bulan yang lalu setelah rumahnya yang berada di daerah Banpo-dong selesai dibangun.

Jin mencoba mengingat-ingat orang yang dimaksud Harim. “Disamping apartemenmu, yaa? Seingatku yang tinggal disanaa..” Jin menahan kata-katanya, ia sedang berfikir keras untuk mengingat siapa yang tinggal di apartemen yang terletak disampingnya. “Ahh.. laki-laki gila itu!” seru Jin saat ingat siapa yang tinggal disana.

Harim mengernyitkan dahinya. “Laki-laki gila?”

Jin menganggukkan kepalanya mantap. “Aku lupa memberitahumu ini. Laki-laki itu mengalami depresi berat karena kehilangan perempuan yang ia sayangi hingga ia terlihat seperti orang sakit jiwa. Tapi sebenarnya ia orang yang baik. Kalau dipikir-pikir.. sudah satu tahun ini ia tinggal di apartemen itu. Apa kau sudah bertemu dengannya?”
Kali ini giliran Harim yang menganggukkan kepalanya. “Ya.. kemarin. Ia menolongku dari Taehyung. Tapi.. kenapa ia memakai kursi roda?” tanya Harim yang kini rasa penasarannya akan laki-laki itu perlahan mulai muncul.

“Menolongmu dari Taehyung? Sosok Yoon Gi?” kaget Jin tak percaya.

“Jadi nama laki-laki itu Yoon Gi..” Harim mengangguk-anggukkan kepalanya saat mengetahui nama laki-laki yang ia panggil Suga. “Yaa.. ia membantuku melarikan diri dari Taehyung.” Jawab Harim enteng.

“Ka.. kau menggunakan Yoon Gi sebagai alasan kau melarikan diri?” tanya Jin yang masih tak percaya. Harim menghela nafas berat.

“Yaa.. sebelum kini aku tau kalau ia gila..” jawabnya malas.

Jin segera membenarkan tempat duduknya. “Sebenarnya ia tidak gila, hanya saja banyak penghuni apartemen yang mengatai ia gila. Ia hanya mengalami kesedihan yang mendalam hingga ia berkali-kali mencoba untuk membunuh dirinya. Aku yakin perempuan itu pasti perempuan yang sangat penting untuknya hingga ia tidak memiliki keinginan untuk hidup..”

“Jadi ia memakai kursi roda karena ia gagal bunuh diri, kah?” tebak Harim.
Jin mengangguk. “Ia tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. Tidak hanya itu, ia memiliki banyak bekas luka jika kau amati ia dengan jeli. Ia juga tidak bisa bicara dengan orang yang tidak ia kenal..”

Harim mengedipkan matanya beberapa kali, bingung dengan penuturan Jin yang berbeda dengan kenyataan yang ia alami. “Kemarin ia bicara denganku..”

Ucapan Harim membuat Jin tercekat. “Dia.. dia bicara denganmu?” tanya Jin tidak percaya.

Harim menganggukkan kepalanya. “Ia tidak hanya bicara. Ia tidak segan mengomeliku seperti kami sudah mengenal satu sama lain. Ia bahkan menyuruhku mengucapkan kata ‘maaf’ dan ‘terimakasih’..”

Jin menggosok dagunya pelan. “Apa itu artinya.. dia sudah sembuh?” tanya Jin pada dirinya sendiri.
***
Suara dentingan piano memenuhi ruangan dimana Taehyung duduk sekarang. Jungkook memang biasa memainkan piano di ruang pribadi Taehyung disela-sela waktunya. Begitu pula dengan Jimin yang selalu datang untuk memainkan bermain playstation disana. Meskipun ayah dan ibu Taehyung terlihat tidak suka dengan mereka, mereka berdua tidak pernah tidak datang kesana setiap harinya jika memang tidak ada urusan yang mendesak. Sebenarnya ruang itu adalah gudang rumahnya, sebelum ia ubah menjadi tempat untuk berkumpul dengan kedua sahabatnya, Jimin dan Jungkook. Ia membereskan semua barang-barang yang ada di gudang, memberi sedikit sentuhan pada ruang tersebut dengan memberikan walpaper pada dindingnya, memasang pendingin dan pemanas ruangan disana, memperbaiki saluran air dan listrik yang ada disana, kemudian memindahkan barang-barang yang biasanya digunakan oleh sahabatnya ke gudang yang tlah ia sulap menjadi basecamp¬-nya. Ruangan itu memiliki sofa dan tempat tidur susun untuk beristirahat. Ada dapur kecil dan kamar kecilnya juga. Bisa dibilang, kini gudang itu sekelas dengan kamar eksklusif hotel bintang empat dengan fasilitas melebihi hotel bintang lima.

“Taehyung-ah, apa kau tidak mau menemui Harim lagi hari ini?” tanya Jimin yang masih sibuk dengan joysticknya.
Taehyung menghela nafas pelan. Ia menatap layar ponselnya yang sama sekali tidak menyala setelah ia mengirimi pesan kepada Harim tadi.

“Apa kau sudah menyerah setelah diabaikan karena orang cacat itu, hyung?” tanya Jungkook saat ia sudah selesai memainkan ich liebe dich milik Beethoven.

Mendengar ucapan Jungkook, Taehyung langsung menoleh padanya dengan tatapan benci.
“Apa kau mengejekku sekarang?” kesal Taehyung. Ia langsung melempar bantal kearah namja imut itu, namun Jungkook dapat menangkapnya.

“Bukankah orang cacat itu tetangga Harim? Mereka pasti sangat dekat..”
Kalimat Jimin membuat Taehyung memanyunkan bibirnya kesal. Ia melempar bantal lain yang ada di dekatnya dan sukses mengenai kepala Jimin.

“Sepertinya hyung sudah kalah satu langkah dari orang cacat itu,” ujar Jungkook sambil menekan salah satu tuts pianonya.

“Hey, haruskah aku pindah ke apartemen yang dekat dengan Harim?” tanya Taehyung yang tiba-tiba mendapatkan ilham dari langit.

“Bukan pindah ke apartemen yang dekat dengan Harim, namun membuat orang cacat itu pindah karena kau tinggal disana..” jawab Jimin yang mampu membuat Jungkook tersenyum bangga, tak menyangka bahwa Jimin dapat memberi ide yang lebih brilian dari pada ide Taehyung.

“Whoaa.. Park Jimin.. Kau lebih pintar sekarang..” puji Jungkook.
Jimin membanting joystick yang ada ditangannya setelah mendengar pujian dari Jungkook. “Yak! Bagaimana bisa kau memanggilku Park Jimin??! Kau lebih muda dariku!! Apa kau tidak punya sopan santun?! Dan.. dan kau bilang apa tadi?? Aku lebih pintar? Aku memang pintar dari dulu!! Aigooo.. kau benar-benar membuatku kesal!!”
***

[Fanfiction] I’m Not Her (Not Me!!) ||Chaptered||Part 1

Suga

Title: I’m Not Her (Not Me!!)
Author: Ace Min
Cast:
• Yoon Harim (OC)
• Kim Tae Hyung/ V (BTS)
• Jung Haneul (OC)
• Min Yoon Gi/Suga (BTS)
• And other cast
Genre: Romance
Rating : T
Length : Chaptered

Apakah reinkarnasi itu benar-benar nyata? Atau.. mereka diciptakan memiliki begitu banyak persamaan namun berbeda orang tua? Jadi.. setiap orang memiliki kembaran di muka bumi ini? Apakah ia benar-benar orang yang sama? Semakin lama aku pikirkan, hal ini semakin terlihat begitu tidak mungkin. Tetapi ia begitu mirip dengan Minhwa. Sebenarnya siapa perempuan itu? Malaikat? Penyihir? -Yoon Gi

Part 1
Haneul sedang membereskan bukunya ketika Harim beranjak dari tempat duduknya. Hari ini hari pertama Harim mengikuti kuliah di universitas ini. Ia sempat beberapa kali menguap saat mengikuti kelas terakhir tadi, sehingga ia memutuskan untuk dapat keluar dari kelas itu sesegera mungkin.

“Harim-ssi..”
Penggilan itu membuat Harim menghentikan langkahnya, menoleh.

“Apa kau tidak mau berkeliling melihat area kampus?” tanya Haneul.

Harim menyunggingkan senyumnya. “Aku tidak mau menghabiskan waktumu untuk belajar agar kau tetap menjadi mahasiswa terbaik disini. Lagipula aku tidak begitu tertarik dengan kampus ini. Jika aku membutuhkannya, aku akan menghubungimu.” Ucapnya sambil menepuk bahu Haneul pelan lalu berlalu meninggalkannya, membuat Haneul menganga tak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia lihat. Ia tidak menyangka Harim adalah orang yang semenyebalkan itu, padahal saat berkenalan tadi ia terlihat begitu baik dan menyenangkan. Ia mendesah pelan menyadari kebodohannya yang sudah berfikir bahwa ia mirip Minhwa. Dia benar-benar berbeda dengan Minhwa.
***
Harim berlari kecil menuju kafe yang terletak di seberang kampusnya. Saat ia masuk ke kafe itu, ia mengedarkan pandangannya menelusuri isi seluruh kafe itu. Hingga lambaian tangan Seokjin, laki-laki yang duduk di pojok kafe membuat ia tersenyum dan segera berjalan menghampirinya.

“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya Harim kepada laki-laki yang akrab disapa Jin itu. Laki-laki itu hanya tersenyum dan menunjukkan gelas yang berisi Cappucino Float yang tinggal separuh, menunjukkan ia sudah cukup lama ada disana. Harim yang melihat itu hanya meringis dan segera duduk di kursi yang berada di hadapan laki-laki itu.

“Bagaimana hari pertamamu di kampus?” tanya Jin saat melihat wajah Harim yang sepertinya terlihat kurang baik.

Harim mendesah pelan. “Oppa, apa kau menyuruhku kesini hanya untuk menanyakan hal itu?” protes Harim yang malah membuat Jin tersenyum simpul.

“Apa banyak yang menggodamu?” tanya namja itu lagi, membuat Harin menghela nafas kasar.

“Ntahlah. Aku rasa mereka tidak pernah melihat perempuan secantik aku dalam hidup mereka hingga mereka selalu merecokiku, menggangguku, dan mengajakku berkenalan setiap saat.” Jawab Harim sekenanya.
Jin terkekeh mendengar omelan Harim yang terdengar begitu manis ditelinganya, hingga kekehannya terhenti ketika seorang pelayan kafe mengantarkan vanilla latte ke meja mereka.

“Terimakasih..” ucap Jin kepada pelayan itu sebelum pelayan itu pergi.
Harim menyunggingkan senyumnya melihat segelas vanilla latte yang ada di hadapannya sekarang. “Whoaa.. Kim Seok Jin! Apa kau juga sedang berusaha menggodaku sekarang?” tanya Harim yang terpukau karena Jin memesankan minuman kesukaannya.

Jin mengedikkan bahunya. “Entahlah.. hanya saja.. aku rasa kau menyukainya jika aku melakukan ini untukmu..” jawabnya yang membuat senyum Harim tidak habis-habisnya merekah di wajahnya.

“Lalu kenapa oppa mengajakku bertemu hari ini? Bukan hanya karena vanilla latte ini, kan?” tanya Harim yang masih penasaran mengapa Jin sangat ingin bertemu dengannya hari ini.

Jin membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan Harim. “Jika aku jawab hanya karena vanilla latte itu bagaimana?”

Harim langsung cemberut mendengar jawaban Jin. “Apa oppa sedang mempermainkanku sekarang?” kesalnya.

“Apa aku terlihat seperti itu?” tanyanya yang membuat Harim semakin kesal.

“Aku serius oppa!” kesalnya.

“Aku juga serius.. Karena vanilla latte menjadi alasanku mengajakmu bertemu hari ini.. karena aku lagi-lagi merindukanmu..” ucap Jin yang kemudian meneguk cappucino floatnya, membuat Harim mengedipkan-kedipkan matanya, tak percaya.

“Apa kau masih menemui Taehyung?” tanya Jin yang mencoba mengalihkan topik untuk menghilangkan rasa canggung diantara mereka berdua.

“Terakhir aku bertemu dengannya hanya saat makan malam dengan kolega appa beberapa hari yang lalu.. Kenapa?” tanya Harim yang bingung karena Jin tiba-tiba membicarakan Taehyung.

“Tidak.. hanya saja beberapa hari yang lalu aku melihatnya datang ke kantor appamu. Aku rasa ia benar-benar menyukaimu..” ujarnya yang membuat Harin menghela nafas berat.

“Sudah berapa kali aku katakan, aku tidak ada hubungan apapun dengannya selain teman karena ia anak dari rekan bisnis appa, tak ada yang lain. Aku juga tidak suka padanya. Ia begitu aneh dan menyebalkan.” Jawab Harim. “Kenapa hari ini oppa membicarakan semua hal yang tak ingin aku bicarakan?” tanya Harim lalu meneguk vanilla lattenya.

“Karena aku tidak ingin kehilanganmu..”
Jawaban Jin sukses membuat Harim tersedak. Jin segera bangkit dari tempat duduknya dan langsung menepuk-nepuk punggung Harim pelan.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Jin pelan.
Harim masih terbatuk-batuk pelan, namun ia menjawab pertanyaan Jin dengan membuat tanda OK dengan tangan kanannya.

“Makanya kalau minum itu pelan-pelan..” ujar Jin yang membuat Harim merengut.

“Daebak! Bagaimana bisa oppa menyalahkanku padahal jelas-jelas ini semua terjadi karena perbuatanmu?” protes Harim yang membuat Jin terkekeh.

“Perbuatan apa? Aku melakukan apa?” tanya Jin sok ga tau.

Harim menghela nafas berat untuk yang kesekian kalinya. “Melakukan apa? Kau masih tidak sadar? Oh my.. Apa oppa tidak sadar baru saja kau sudah menggodaku lagi?” tanyanya yang membuat Jin menyunggingkan senyumnya.

“Apa kali ini kau mulai mencintaiku lagi?” tanya Jin yang membuat Harim memukul bahunya.

“Jangan berharap!! Aku tidak akan pernah mau kembali padamu! Tidak akan pernah!” serunya yang membuat Jin menghela nafas pelan.

“Bagaimana bisa kau menolakku tiga kali secara berturut-turut? Hatiku benar-benar terluka..” ucapnya. Harim langsung mendorong Jin untuk menjauh darinya dan kembali duduk ke tempat duduknya.

“Jangan mengatakan hal-hal seperti itu lagi. Aku sudah move on darimu. Jadi jangan menggodaku lagi,” ucap Harim lalu meneguk sisa vanilla lattenya.

Jin tersenyum mendengar kata-kata Harim. Ia memang sangat mencintai perempuan itu, namun takdir berkata lain. Ibu Jin adalah ibu tiri Harim, begitu pula ayah Harim adalah ayah tiri Jin. Memang tak ada hubungan darah antara mereka berdua, namun pernikahan ayah dan ibu mereka membuat hubungan yang sudah mereka jalin selama 2 tahun kandas begitu saja. Meskipun kini mereka saudara tiri, mereka masih memperlakukan satu sama lain bukan seperti saudara, bahkan Harim dan Jin masih tidak mau mengakui ayah dan ibu tiri mereka.
***
“Taehyung-ah.. kenapa wajahmu begitu jelek hari ini? Apa kau masih tidak bisa menghubunginya?”

Laki-laki yang bernama Taehyung itu menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Ia melihat Jimin, sahabatnya berjalan menghampirinya yang sedang duduk-duduk di ruang khusus milik Taehyung. Ruangan itu tidak cukup luas, namun cukup nyaman untuk mengobrol dan belajar disana. Ruangan yang berada di basement itu tidak melalui pintu utama, sehingga teman-teman Taehyung dapat masuk ke ruangan ini tanpa merasa canggung dengan keluarganya.

“Apa lagi-lagi hari ini kau tidak bisa menghubunginya??” tanya Jimin saat duduk di sampingnya melihat Taehyung yang berkali-kali mengecek Hpnya. Taehyung yang mendengar pertanyaan Jimin menoleh ke arah Jimin sebentar, lalu kembali melihat handphonenya.

“Yaakk.. Kim Taehyung! Apa kau sebegitu tergila-gilanya dengan sosok Harim?” tanya Jimin lagi setengah meledek. Taehyung langsung membenarkan posisi duduknya untuk menatap Jimin dengan jelas.

“Kenapa kau ribut sekali? Apa kau tidak bisa diam?” tanya Taehyung sambil menunjukkan ponselnya kepada Jimin, membuat wajah Jimin berubah menjadi cemberut.

“Hyung! Hyung! Kau tau? Aku menemukannya!”
Teriakan itu membuat Jimin dan Taehyung menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang laki-laki berambut merah berlari ke arah mereka. “Harim.. ia ada di kafe bersama Seokjin..” ujar namja itu saat duduk di depan mereka dengan nafas terengah-engah.

“Sudah aku duga! Ia pasti mempermainkanmu..” lagi-lagi Jimin mencoba menghasut Taehyung, membuat Taehyung memasang wajah kesalnya.

“Apa kau benar-benar tidak bisa diam?”
***
Sosok laki-laki berambut orange terlihat berdiri di depan pintu apartemen Harim. Harim mengernyitkan dahinya, mencoba melihat dengan jelas siapa yang ada disana, hingga ia menghela nafasnya lelah saat baru menyadari sosok Taehyunglah laki-laki itu.

“Apa aku bisa bicara denganmu?” tanyanya saat Harim tlah berdiri di hadapannya.

“Apa kita perlu bicara?” tanya Harim balik dengan nada yang begitu dingin.

“Kenapa kau seperti ini padaku?” tanya Taehyung bingung karena sikap Harim yang terasa begitu membencinya padahalia tidak pernah melakukan kesalahan apapun pada yeoja itu.

“Bukankah memangnya seharusnya seperti ini?” tutur Harim sambil menyedekapkan tangannya. Ia terlihat begitu marah pada Taehyung karena ia menghalanginya untuk membuka pintu.

“Apa kau tidak tau kalau kita akan dijodohkan? Kenapa kau seperti ini?” tanyanya tak percaya melihat sikap Harim padanya.

“Karena aku tidak menyukaimu Taehyung-ssi. Sudah aku bilang aku tidak mau jadi pacarmu. Aku perlu berkata apa lagi untuk menyadarkanmu?”

Taehyung menggertakkan giginya. “Apa kau benar-benar mempermainkanku?”

“Terserah apa yang kau pikirkan..” ujar Harim sambil mencoba mendorong Taehyung agar tidak menghalanginya, namun malah ia didorong balik oleh Taehyung hingga punggungnya kini menempel pada tembok.

“Kau tau perusahaan ayahmu sangat bergantung pada perusahaan ayahku? Aku bisa melakukan apapun untuk membuatmu menjadi milikku..” ujar Taehyung yang tangannya masih berada di bahu yeoja itu, membuat yeoja itu tidak berdaya untuk melawan kekuatan Taehyung.

“Lakukan saja jika kau bisa Kim Taehyung..” ucap Harim tanpa rasa takut sedikitpun sambil mencoba menyingkirkan tangan Taehyung dari bahunya.

“Apa yang kalian lakukan?”
Suara laki-laki yang berada di depan pintu yang lain membuat Harim dan Taehyung menolehkan kepalanya, membuat tangan yang tadi menahan Harim perlahan terlepas.

“Oh! Suga!” teriak Harim girang dan langsung menghampiri namja itu. Taehyung hanya menatap mereka berdua penuh tanda tanya.

“Kenapa kau keluar malam-malam seperti ini? Apa kau ingin menjemput ibumu? Ayo aku antar!” girang yeoja itu. Yoon Gi masih diam dengan tingkah yeoja itu yang sok kenal dengannya yang kini mulai mendorong kursi rodanya. Hingga beberapa waktu kemudian senyum tipis tergores pada wajah Yoon Gi karena ia menyadari sesuatu.
Minhwa pernah melakukan hal yang sama dengannya.
***

[Fanfiction] I’m Not Her (Not Me!!) || Chaptered || Prolog

Min Yoon Gi Suga BTS

Title: I’m Not Her (Not Me!!)

Author: Ace Min

Cast:

  • Yoon Harim (OC)
  • Kim Tae Hyung/ V (BTS)
  • Jung Haneul (OC)
  • Min Yoon Gi/Suga (BTS)
  • And other cast

Genre: Romance

Rating : T

Length : Chaptered

Dan lagi, aku masih belum sadar bahwa aku telah kehilangannya, –Yoon Gi

Prolog

“Bukankah sudah aku katakan untuk memenangkan tender ini apapun yang terjadi? Apa gunanya kau bekerja disini jika kau tidak bisa mendapatkan tender itu?!” omel Yoon Chan Suk, Presiden Direktur Byunghan, perusahaan yang berkonsentrasi pada apartemen dan perhotelan terbesar di Korea.

“Agashi, kau tidak boleh menerobos masuk..”
Suara sekretaris Kim yang terdengar di telinga Yoon Chan Suk membuat ia menghentikan kegiatannya untuk mengadili bawahannya. Tak lama setelah itu, ia melihat Yoon Harim, putrinya masuk ke ruangannya diikuti Sekretaris Kim yang mencoba untuk menahan perempuan itu. Presdir Yoon menyunggingkan senyumnya melihat perempuan belia yang baru menginjak 20 tahun bulan lalu itu memasang wajah yang ditekuk-tekuk saat masuk ke ruangannya.

Sekretaris Kim yang melihat baru ada hal penting yang presdir bicarakan dengan pegawainya langsung membungkukkan badannya. “Maafkan aku presdir, aku tidak bisa menahan nona untuk..”

Presdir Yoon tersenyum dan menganggukkan kepalanya, mengerti. “Aku tau.” Ucap Presdir Yoon memotong penjelasan Sekretaris Kim. “Kau bisa kembali ke tempatmu sekarang..” lanjut presdir Yoon. Sekretaris Kim segera meninggalkan ruang kerja Presdir Yoon.
“Apa kau masih mau disini?” tanya Presdir Yoon pada pegawai yang tadi ia omeli itu. Pegawai itu langsung membungkukkan badannya dan berjalan cepat meninggalkan ruangan itu.

Kini hanya tinggal ia dan putrinya yang ada di ruangan itu.
“Kenapa kau datang ke kantor appa tanpa menghubungi appa terlebih dahulu?” tanya Presdir Yoon sambil berjalan ke arah sofa.

“Sebenarnya apa rencanamu, appa? Menjodohkanku dengan Kim Taehyung? Yang benar saja..”

Presdir Yoon tak mampu menahan tawanya saat anaknya memprotes tentang rencana perjodohannya dengan Kim Taehyung, putra kedua dari CEO Samsung group.
“Duduklah dulu.. mari kita bicarakan baik-baik..” ajaknya sambil menepuk sofa sampingnya. Sebelumnya Harim bersikukuh tidak mau duduk disana, namun pada akhirnya ia luluh dan memutuskan untuk duduk di samping ayahnya.
“Memangnya kenapa dengan Taehyung? Bukankah Taehyung itu tampan?”

Harim menggelengkan kepalanya cepat. “Dia aneh. Aku sudah bilang aku tak mau berurusan dengan Kim Taehyung lagi.. Aku akan benar-benar pergi ke Amerika jika appa masih berusaha menjodohkanku dengan dia..” ujarnya yang membuat ayahnya terkekeh.

“Harim-ya, kau ini sudah berumur 20 tahun.. Tapi sampai sekarang kau sama sekali tidak mau menjalin hubungan dengan pria manapun. Appa hanya khawatir padamu..”

“Apa appa berfikir kalau aku menyukai sesama perempuan?”

“Bukan begitu.. hanya saja..”

“Tidak. Sudah cukup. Aku tidak mau mendengar penjelasan dari appa lagi.” Potong Harim. “Aku yang menentukan dengan siapa aku akan menikah nanti, jadi jangan pernah menjodohkanku dengan siapapun..”

Presdir Kim menggosok-gosok dagunya pelan. “Apa kau benar-benar tidak tertarik dengan Kim Taehyung?”

“Tidak. Sekali tidak tetap tidak, appa.” Tolak Harim mentah-mentah.

“Tapi sepertinya ia menyukaimu..”

Harim berdiri dari duduknya. “Sudah aku bilang tidak!! aku tidak mau!!! aku tidak suka!! Jadi berhentilah menjodohkanku dengannya!” serunya kesal dan langsung meninggalkan ayahnya. Presdir Yoon yang melihat putrinya mengamuk itu malah tersenyum. Menurutnya Harim sangat lucu saat ia merajuk seperti itu.
***
Angin musim semi sore ini masih terasa begitu dingin, namun tidak membuat niat Yoon Gi untuk berjalan-jalan sore batal. Ia benar-benar berharap bisa keluar dari ruangan sore ini, setidaknya untuk menghirup udara segar di luar ruangannya.

“Apa kau sudah lama menungguku?” tanya Haneul saat masuk ke apartemen Yoon Gi. Yoon Gi memutar arah kursi rodanya sehingga dapat melihat Haneul dengan jelas.

“Kau tau, di luar masih cukup dingin, jadi kita jalan-jalan ke taman saja yaa?” tawar Haneul sambil meraih mantel Yoon Gi yang ada di sofa. Yoon Gi menganggukkan kepalanya pelan. Haneul segera memakaikan mantel itu. Setelah dirasa cukup hangat, perlahan ia mendorong kursi roda itu keluar dari apartemen menuju lift.

“Apa kau tadi sudah meminum obatmu?” tanya Haneul saat ia menekan tombol lift ke lantai dasar.

Yoon Gi menganggukkan kepalanya. “Aku hanya tidak meminum obat tidurnya,” jawab Yoon Gi yang membuat seulas senyum terpampang di wajah Haneul.

“Tak apa.. kau bisa meminumnya setelah pulang dari taman nanti.” Ujar Haneul mencoba membesarkan hati Yoon Gi. Selama ini Yoon Gi memang tergantung dengan obat anti depresan yang diberikan dokter untuk menenangkan dirinya. Namun obat yang ia minum sekarang tak sebanyak dulu, ia hanya meminumnya jika memang ia membutuhkannya seperti saat ia mau pergi seperti ini.

Suara dentingan lift menandakan bahwa mereka tlah sampai lantai bawah. Mereka segera keluar menuju taman. Namun baru sampai lobi, Yoon Gi memegang tangan Haneul, membuat Haneul berhenti mendorong kursi rodanya.

“Ada apa Yoon?” tanya Haneul bingung.

“Aku melihat Minhwa..” jawab Yoon Gi yang membuat Haneul mengernyitkan dahinya. Sudah beberapa bulan ia tidak menyebut nama Minhwa dan melihat bayangan yeoja itu, tapi sekarang kenapa ia menyebutnya lagi?

“Bisakah kita ke arah sana?” pinta Yoon Gi sambil menunjuk pintu keluar gedung tersebut namun dari samping, bukan pintu utama. Haneul yang hanya menemani Yoon Gi akhirnya menurut pada namja itu dan mendorongnya ke arah yang ia tunjuk.

Saat mereka sampai luar, Haneul melihat seorang yeoja yang sedang berjalan menuju sebuah mobil hitam yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Ia mencoba mengamati dengan cermat yeoja itu, namun ia tak menemukan satupun kesamaan antara yeoja itu dengan Minhwa yang ia kenal.
“Apa perempuan itu yang kau bilang Minhwa?” tanya Haneul. Yoon Gi menganggukkan kepalanya.

“Dia sangat mirip dengan Minhwa. Meskipun dia bukan Minhwa..” jawab Yoon Gi yang membuat Haneul speachless. Yoon Gi memang benar-benar tidak bisa melupakan Minhwa bahkan setelah terapi yang cukup lama ia lakukan.

“Minhwa sudah tiada Yoon.. Jangan mengada-ada lagi.. Kau membuatku khawatir..” ujar Haneul sambil mengamati mobil hitam itu yang mulai melaju.

Yoon Gi menganggukkan kepalanya lemah. “Aku rasa aku tidak bisa keluar hari ini. Kita kembali kedalam saja..” ucap Yoon Gi.

Miris. Itulah perasaan Haneul sekarang. Ia merasa begitu kasihan dengan Yoon Gi yang dipaksa untuk melupakan Minhwa yang menjadi alasan ia hidup selama ini hingga ia menjadi seperti sekarang. Setiap ia mengingat Minhwa, ia akan langsung meminta diantar pulang, meminum obat tidurnya, lalu tidur dengan iringan musik klasik yang tenang agar bayangan tentang Minhwa tak kembali terngiang di kepalanya.

Senyuman Yoon Gi yang dulu sering ia lihat memudar semenjak hari dimana Minhwa meninggalkannya. Ia begitu dingin. Bahkan menurut Haneul, Yoon Gi tidak tau lagi bagaimana cara tersenyum.
***
“Ada apa Profesor memanggilku?” tanya Haneul saat ia masuk ke ruangan Profesor Kim. Ia melihat ada seorang yeoja yang berdiri disana. Ia mengernyitkan dahinya. Ia seperti pernah melihat yeoja itu di suatu tempat, namun ia tidak dapat mengingatnya.

“Perkenalkan, dia Yoon Harim. Ia mahaiswa baru pindahan dari University of Canbridge, aku berharap kau dapat berteman baik dengannya..” ucap presdir Kim mencoba memperkenalkan.

“Annyeong haseyo, Yoon Harim imnida..” sapa yeoja berambut hitam pekat itu sambil membungkukkan badannya, Haneul membalas sapaan itu.

“Annyeong haseyo, Jung Haneul imnida.. kau dapat memanggilku Haneul..” kata Haneul memperkenalkan diri.

“Ne.. bangapta, Haneul-ssi..”

“Dia akan memiliki jadwal kuliah yang sama denganmu.. Aku ingin kau membantunya beadaptasi disini karena ia sudah lama berada di luar negeri..” ucap Profesor Kim pada Haneul. Haneul hanya bisa pasrah dan menjawab, “ne.”

“Oh iya, Harim. Jika kau menemui kesulitan dalam belajar kau bisa menanyakannya pada Haneul. Ia termasuk salah satu jajaran mahasiswa terbaik kami..” ujar Profesor Kim pada Harim. Harim menyunggingkan senyumnya dan mengangguk pelan.

Perlahan Haneul menyadari sesuatu. Ada yang aneh dengan ini semua. Ia merasa seperti sedang de javu. Ia pernah merasa seperti ini sebelumnya, namun ia benar-benar tidak bisa mengingatnya. Ia rasa ini hal yang tidak begitu baik..
***

Introduction

Annyeong haseyoooo.. ^^

Selamat datang di nicestory2014.wordpress.com!!!

Terimakasih telah berkunjung.. Ini adalah salam perkenalan saya. Saya anak baru dalam hal ini, jadi mohon bantuan dan bimbingannya. *bow*

WordPress ini saya buat untuk mempublikasikan hasil karya kami (Ji & Min) yang selama ini tulisan ini hanya tersimpan di laptop kami. WordPress ini insyaallah akan dikelola 2 orang, yaitu min author dan ji author yang siap menghibur para pembaca semua dengan kegilaan para authornya yang cantik-cantik dan manis-manis… 😀 Ini adalah ajang yang kami gunakan untuk menulis ide dan inspirasi kami, jadi para pembaca dilarang keras untuk bashing, tapi komentar, kritik, serta saran yang membangun sangat membantu kami dan akan kami tampung untuk diproses lebih lanjut… ^^ intinya NO BASHING!!! Klo mau bashing silahkan datang ke rumah kami bawa amplop dan parcel… 😀

Perhatian keras untuk para pembaca, DILARANG KERAS MEN”COPAS” alias COPY-PASTE CERITA INI TANPA IJIN SANG PUNYA!!! DON’T TAKE WITHOUT CREDIT!!!!

Cerita yang kami buat ini juga asli dari pikiran kami, jadi jika anda merasa ada kesamaan cerita itu HANYALAH KEBETULAN SEMATA TANPA ADA UNSUR KESENGAJAAN! kami membuat ini dengan pikiran kami sendiri, karena kami ANAK INDONESIA YANG BUKAN PLAGIAT!!

Semoga tulisan kami membawa manfaat, inspirasi, dan kebahagiaan bagi para pembaca yang berkunjung di laman kami.

Oh iya, masalah castnya semua cast adalah milik Tuhan.. Kami hanya meminjamnya.. ^^

Tuhan Maha Melihat, Tuhan Maha Mengetahui. Siapapun yang mengambil hak cipta kami tanpa ijin, Tuhan tahu, dan Tuhan yang akan memperhitungkannya kelak.. 🙂

Baiklah, mungkin sekian pernyataan dari yang punya, maaf jika banyak kesalahan maupun khilaf baik yang tidak disengaja maupun disengaja.. Terimakasih atas perhatiannya dan selamat membaca!!!

 

~Ji & Min~